(Ini adalah tulisan lama yg kemudian dikembangkan dalam rangka ulang tahun untuk Bapakku).
Bapak, jika ada yang bertanya keberuntungan apa yang Desi dapat di dunia ini, pastilah Bapak. Keberuntungan Desi, Allah perkenankan dan bahagiakan Desi dengan sosok Ayah penuh kasih. Lebih dari sekadar beruntung, apa pun namanya. Desi begitu bangga, warisan darah dan genetika yang deras mengalir dalam tubuh Desi. Bahagia yang enggan diganti atau terganti oleh apapun.
Saya anak ketiga, perempuan, satu-satunya dalam keluarga. Sejak kecil, saya ingat, setiap tidur malam saya selalu dikeloni sama Bapak, sekedar kipas-kipas atau mpok-mpok sambil sedikit bercerita. Atau saya juga ingat, seringkali saya tertidur di depan tv, Bapak menggendong saya ke kamar, saya tau, karna saya masih setengah terjaga. Kita juga senang melihat bulan dan bintang di waktu malam, di langit sekitar tahun 1999 atau 2000. Bapak orang yang gampang "gerah", kebiasaannya duduk di teras rumah malam-malam sambil telanjang dada, dan saya menemani sambil bercerita ini dan itu. Memandangi bulan dan bintang, saya ingat, Bapak bilang kalau nenek dan kakek saya yang sudah meninggal itu rumahnya di surga, di dalam bulan dan bintang tersebut. Itu Bapak, Bapak saya yang membanggakan.
Bapak itu pembawaannya tenang, teratur, kalem. Seringkali saat Ibu tersulut dengan berapi-api, maka Bapaklah sosok yang menenangkan layaknya mata air. Kagum sekali saya padamu Bapak. Saya bangga dengan segala apapun yang ada dan melekat pada dirimu, Bapak. Bahkan harum khas keringat yang Bapak saya turunkan menjadikan identitas bahwa sayalah anaknya, yang sangat bangga memilikinya.
Banyak sekali pengalaman hidup Bapak. Manis, pahit, hambar, semuanya sudah kenyang Bapak saya rasakan. Dulu sekali, Bapak saya pernah tertabrak truk saat Bapak mengendarai sepeda di jalan menurun. Entah saya sudah lahir atau belum, saya mendapatkan cerita ini dari Ibu saya. Itu menyebabkan kaki Bapak (di bagian paha) harus dijahit yang sampai sekarang bekasnya masih nyata terlihat :( juga menyebabkan panjang kaki Bapak saya tidak lagi sama. Jadi, tiap membeli celana, terlebih lagi celana panjang, Bapak harus memendekkan bagian salah satunya.
Waktu saya sekitar umur 5 tahunan, Bapak senang sekali menggendong saya di atas bahunya. Digendongnya saya di atas bahunya sambil saya memainkan rambut Bapak yang beruban dari atas. Sembari tertawa-tawa. Bapak sambil menghitung langkah kaki dari rumah ke rumah nenek saya yang kebetulan jaraknya berdekatan. Atau menggendong saya dengan sarung yang Bapak kalungkan menyamping, lalu saya masuk ke dalamnya. Saya masih ingat semua rasanya, dan kalau bisa, ingin sekali saya mengulang hari-hari itu :)
Pernah juga, waktu itu Ibu menyuruh saya melanjutkan memasak sayur bayam karena Ibu ada keperluan di luar, semua bumbunya tinggal dimasukkin aja kata Ibu. Saya belum bisa memasak selain memasak mie dan nasi goreng, jadilah dengan ilmu sok tau dan takaran kira-kira saya memasukkan semua bumbunya, dan garam. Tanpa diicip lagi sebelumnya, saya meminta Bapak mencoba masakan saya, dengan kata-kata meyakinkan Bapak bilang sayur bayamnya enak. Senang dan bangga sekali saya mendengarnya. Bapak terus makan dengan lahap, karena penasaran, saya mencoba masakan buatan saya, dan noooo, rasanya hambar, mirip air putih dicampur daun bayam :( melihat ekspresi saya, Bapak cuma tertawa, sambil tetap meyakinkan kalau masakan saya enak. Bapak :')
Sampai seumur segini pun, 21 tahun, kemanapun saya pergi, tetap ditemenin sama Bapak. Sampai semester 2 kuliah, Bapak antar dan jemput saya setiap kuliah. Panas, hujan, bahkan pernah Bapak jemput saya di kampus sore-sore, sedang hujan deras sekali, saya sudah pulang sebelumnya karena saya pikir hari itu mau hujan, Bapak sudah sampai di kampus saya dan menunggu satu jam lebih. Akhirnya Bapak pulang sambil hujan-hujanan tanpa saya :(
Pernah Bapak berpesan, saat Bapak pertama kali tau kalau beliau terkena diabetes, saya tau Bapak sedang sedih-sedihnya kala itu. Bapak bilang ke saya, sebuah pesan sebenarnya, untuk jangan pernah meninggalkan shalat. Mata Bapak berkaca-kaca kala itu, dan saya menjawab dengan jawaban sok tegar yg dipaksakan, cuma mampu bilang "iya". Padahal hati saya remuk, patah sejadi-jadinya kala mendengar awalan Bapak berpesan, "Kalau Bapak nggak lagi ada...." Kalimat yg sungguh-sungguh membuat hati saya hancur.
Begitulah Bapak saya, Bapak saya yang membanggakan. Cinta pertama yang saya dapat. Cinta paling tulus dan tanpa pamrih yang saya kenal. Senyata-nyatanya cinta yang bahkan lebih kental dari darah. Ingin saya kembali ke masa-masa itu, bersama Bapak, dimana semuanya terasa menyenangkan dan penuh tawa.
Tetaplah sehat, Pak. Panjang umur. Kebahagiaan orang tua adalah saat melihat anaknya berhasil, kebahagiaan anak adalah saat mampu membagikan bahagia, melihat senyum lebar yang terkembang di wajah Ayah dan Ibunya. Chayank Bapak❤
10 Mei 2016