Rabu, 03 Maret 2021

Cahaya

                     (Pict source: pinterest)



"Aku mencintaimu, itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu." - Sapardi Djoko Damono.


Penggalan kata dari salah satu yg kukagumi karyanya, tiba-tiba saja pagi tadi terlintas, di tengah pikiran yang bercabang dengan urusan kantor, tiba-tiba saja batinku melafalkan kalimat, atau bahasa cinta paling tulus ini.

Hai, untuk kamu yang mungkin saja, di sela-sela waktumu yang super sibuk itu, terbersit ingatmu tentangku, atau tergerak jemarimu mengunjungi laman ini. Bahwasanya, penggalan kalimat dari Eyang Sapardi ini persissss, yang ketika kubaca atau kulafalkan dalam diam, ada kamu di dalamnya.

Ini pengalaman pertamaku, hal-hal yang awalnya kurasa tidak mungkin ada, tapi nyata tengah kurasakan. Tidak lagi mendengar kabarmu,  bahkan setelah sekian lama, selain rasanya menyiksa, ternyata ada pengalaman baru yang aku rasakan, atau tengah kualami. Betapa setiap kali ingatan tentangmu muncul di kepala, ingin sekali rasanya kuabaikan, ingin sekali rasanya kurutuki pergimu yang menurutku semena-mena itu. Tapi anehnya, tiap kali kamu hadir dalam bentuk ingatan, aku terus saja berdoa dalam hati agar hari-harimu yang tidak kutau lagi kini selalu dalam lindungan penjagaanNya, semoga apapun yang tengah kamu usahakan, terlebih cita-cita yang dulu pernah kamu sampaikan padaku lantas kita aamiin-kan bersama  selalu mendapati kemudahan, dan semoga hari-harimu selalu bahagia meski bukan aku yang menjadi alasannya. 

Aku sempat bingung, ini apa? Kenapa untuk merutuki atas apa yang telah kamu lakukan pun aku tidak mampu, malah aku terus mendoakan kebahagiaanmu. Hingga sampai aku teringat pada kata-kata luar biasa milik Sapardi. Bahwasanya doa adalah bahasa cinta yang paling tulus dan murni yang dapat diberikan kepada yang dicinta.
Meski bukan aku orangnya; katamu, semoga bahagia senantiasa menemui hari-harimu. Sebab aku mencintaimu, maka aku takkan pernah selesai mendoakan keselamatanmu.

Untuk yang pernah menjadi cahayaku.

3 Maret 2021

Sabtu, 23 Januari 2021

Satu Tahun

Satu tahun, tapi rasanya seperti baru kemarin. Bahkan baju-baju Desi masih dibiarkan tergantung sejak setahun yang lalu, sejak terakhir kali Ibu sentuh Desi hampir lupa rasanya hangat, Bu. Karena selepas Ibu berpulang, dunia rasanya hanya dingin. Dingin yang sampai menyakiti ke dalam tulang. Desi hampir lupa rasanya peluk, Bu. Tempat ternyaman ketika Desi butuh didengarkan, di dalam perlindungan dan dekapan Ibu. Dulu, nggak pernah ada satu haripun Desi lewatin tanpa Ibu. Tapi satu tahun ini, Desi belajar banyak hal. Desi yakin kalau Ibu masih disini, Ibu pasti akan bangga sama anak perempuan kesayangan Ibu ini. Bu, Desi masih kesulitan menghilangkan rasa bersalah di dada Desi. Desi masih kesulitan memaafkan diri Desi sendiri yang banyak dosa sama Ibu, dan belum sempat minta maaf. Belum bisa memberikan yang terbaik bahkan di saat-saat terakhir. Bu, Desi masih suka iri melihat yang lain bahkan bisa selfie bersama Ibu mereka. Dan dunia ini terlalu tidak ramah Bu, nggak ada tempat ternyaman dan termewah selain pulang ke rumah dan melihat senyum Ibu, mencium tangan Ibu, ngerasain belaian Ibu, sampai pilihan yang Desi punya pun nggak ada selain menjadi kuat. Ibu nggak pernah pergi, Ibu hanya berpulang ke tempat Sang Pemilik Kehidupan. Setiap hari Ibu selalu ada, dalam wujud yang lain yang ada di diri Desi sendiri. Selain diberikan tempat terbaik di sisiNya, Desi selalu berdoa semoga kita bertemu lagi, dipersatukan lagi sebagai keluarga dalam kehidupan kelak yang lebih abadi. Selamat istirahat ya, Bu. Doakan Desi, Bapak, dan kita semakin kuat. Desi kangen Ibu. Sampai ketemu lagi, Ibu. 21 Januari 2021