Senin, 16 November 2020

Beropini Berbagi

Beberapa waktu lalu, gue sempet ngobrol sama salah satu teman baik gue, kita sering do deep talk, dan sepenggal percakapan di bawah adalah salah satunya. Sebelum gue post ini, gue sudah meminta izin ke beliau untuk share sedikit obrolan kita di blog ini dan beliau mengizinkan. Yeayyy.

"Aku sadar aku tuh sulit banget buat cerita ke orang lain, ke siapapun itu, karena setelah ngejalanin dan mencoba akhirnya cerita, yg aku rasain tuh ga semua orang paham, ga semua ngerti apa yg sebenernya lagi aku rasain gitu, jadi akhirnya aku lebih milih yaudah disimpen sendiri aja"

Jujur, waktu denger ini gue sangat ke-trigger, sedikit banyak apa yg teman gue sedang alami dan rasakan ini juga gue rasakan, mungkin juga sedang atau pernah dirasakan sama yang lagi baca tulisan ini wkwk. Gue orang yang ga gampang share hal-hal yang menurut gue "secret" ke orang lain terutama tentang kesedihan. Gue suka posting receh things in social media, tapi tidak untuk 'sadness' yang menurut gue cukup gue aja yang tau karena menjadi ranah pribadi bagi gue, selain karena takut ga ada yg mengerti, meskipun di perjalanannya memang hal ini ga bisa dihindari (karena ga ada manusia yg benar-benar dapat memahami manusia lainnya 100%), tetapi gue lebih karena tidak terbiasa aja share hal-hal yang menurut gue sedih dan ga happy. Mungkin ini bisa dibahas dari sisi psikologis tapi gue bukan ahlinya. Itu yang gue alami dalam "the old version of me". Yang gue sadari, terkadang gue justru jadi sering 'memanipulasi' perasaan gue sendiri karena perasaan-perasaan ga happy tersebut yang berusaha kuat-kuat gue deny kayak "gue baik-baik aja kok", "ga sedih kok biasa aja" dan kalimat-kalimat denial lainnya. Bahkan ke diri sendiri aja gue sulit mengakui rasa sedih gue, kebayang ga gimana gue denial ke orang-orang sekitar? Dan hal itu terjadi karena "terbiasa" menutupi kesedihan, bahkan ke diri sendiri :(

Gue pernah baca kalimat dari salah satu teman gue yg lain, katanya "itu namanya kamu belum berdamai dengan diri sendiri, Des". Gue sejujur-jujurnya pada saat itu ga paham makna "berdamai dengan diri sendiri" itu apa, ga ngerti konsepnya gimana, sesaat setelah mendengar kalimat tersebut gue hanya mengiyakan kalimat teman gue tanpa bertanya lebih jauh karena biar cepet aja (dan masih denial). Dan setelah sekian banyak yg gue lewati di tahun ini, dengan segala prosesnya, gue sedikit mengerti tentang konsep berdamai dengan diri sendiri. Gue ga akan jelasin definisinya gimana karena bisa jadi ya definisi "berdamai" tiap orang akan berbeda (and that's okay), namun yg gue rasakan dari berdamai adalah ketika kita sudah benar-benar berserah dengan segala ketetapanNya. Di tahun yang cukup "bercanda" ini, at least bagi gue, sangat banyak hal-hal di luar kendali dan di luar kontrol gue yang terjadi, dari yang 'Maha Bercanda' sampai yang 'Agak Bercanda' kayaknya terjadi semuanya di 2020. Tapi hikmahnya adalah gue jadi lebih banyak mengerti, gue lebih banyak peka, gue lebih banyak bersyukur even di saat-saat terburuk sekalipun. Gue lebih bisa berserah kepadaNya tanpa lagi menuntut hal-hal yang di luar kuasa gue sebagai manusia. Tapi bukan berarti terus gue jadi makhluk yang stabil banget yang setiap harinya dipenuhi dengan vibe positif kaya Ibu perinya Lala, sekelas motivator pun gue rasa akan ada hari di mana mereka 'badmood', kecewa, atau sedih, begitupun gue yang cuma remah-remahan gorengan depan Indomaret ini. Setidaknya, di masa-masa tidak menyenangkan ini ada satu hal berharga yang gue pelajari, ada proses mengenali diri sendiri yang mungkin value-nya jadi jauh lebih berharga. Begitulah konsep "berdamai dengan diri sendiri" yang gue tangkap sejauh ini, yang mungkin seiring berjalannya waktu ke depannya definisinya akan terus berkembang.

Balik ke obrolan gue dengan salah seorang teman, seringkali kita, pun gue sendiri, terlalu cepat menyimpulkan seseorang, terlalu cepat mendikte dari A-Z, padahal, apa yang kita tau tentang seseorang bisa saja hanya sebagian kecil dari permukaannya, yang artinya bahkan kita ga benar-benar tau perjuangan apa yang tengah dilewati sampai ke inti-intinya. Jadi ga heran ketika seseorang menjadi sangat tertutup atau kesulitan membagi kesedihannya, karena ga jarang kita sebagai manusia justru bersikap sebagai hakim bagi manusia lainnya. Padahal kita ga tau seberapa panjang malam-malam mereka yang penuh diisi tangis, seberapa berat hari-hari yang harus dilalui, atau seberapa lapar perutnya karena untuk masuk makanan pun rasanya ga bisa.

Mengingat juga sebuah ketertutupan gue yang sulit berbagi kesedihan dengan orang lain, apa yang gue sadari sejauh ini adalah, hal itu ga cukup baik untuk kesehatan jiwa kita sendiri. Setelah berproses, gue lebih memilih untuk berbagi (ke orang-orang yang cukup gue percaya untuk mendengarkan kisah gue yang ga asik ini) dan yang paling penting mengakui ke diri sendiri bahwa kita sedang sedih, bahwa perasaan kita sedang tidak baik-baik saja, bahwa kita sedang butuh didengarkan, dll. Berbagi ke orang-orang yang cukup dipercaya, yang kamu kenal sebagai tempat sebaik-baiknya bercerita, siapapun atau apapun itu. Meskipun memang, tidak ada manusia yang dapat mengerti manusia lainnya 100% kecuali Yang Maha Kuasa.

Terakhir, jangan paksakan argumen dan definisimu kepada yang lain karena setiap orang memiliki prosesnya masing-masing yang sejatinya kita tuh ga pernah benar-benar mengerti proses dari setiap orang. Thats okay untuk punya pemahaman yang berbeda, karena hidup aku bukan hidup kamu, pun hidup kamu bukan hidup aku. Mari kita saling menghargai dan mendukung satu sama lainnya saja. Karena kita ga pernah tau di luar sana ada seseorang yang sedang benar-benar butuh telinga untuk didengarkan, ketika mereka sudah berbagi cerita lalu kamu patahkan argumennya begitu saja bermodalkan argumen yang hanya kamu yakini benar dan kamu anggap sebagai kebenaran. Big no, honey.


16 November 2020

Senin, 14 September 2020

Day 4. Place I Want to Visit

 Ada satu tempat yang rasanya ingin sekali saya datangi atau menetap untuk waktu yang lama pun tak masalah. New Zealand. 

Suka ngebayangin sendiri dalam hati gimana serunya pagi-pagi piknik di hamparan rumput New Zealand, duduk di atas rumputnya di perbukitan sambil nyeruput susu panas. Pake mantel hangat dan super tebel sambil liatin domba-domba yang ada di sekitaran. Pemandangan di depannya pegunungan-pagunungan yg tertutup salju. Dingin, indah, cantik.
Sesekali kalo beruntung juga bisa sambil lihat kangguru kali yah. Kangguru ini kayaknya satu-satunya hewan yang saya suka. Lucu, di perutnya ada kantongnya. Dulu pas masih SD saya suka mengkhayal gitu kayaknya enak yaaa kalo punya peliharaan kangguru, tiap hari saya sekolah tinggal naik aja ke atas kantongnya terus minta dianterin ke sekolah deh. Ga capek jalan dan ga kepanasan juga. Imajinasi level anak SD hehe
Semoga ada kesempatan yaa wishlist Desi yang satu ini bisa terwujud entah kapan, semoga ada waktunya. Aamiin

Minggu, 13 September 2020

Day 3. A Memory

 Masih dalam rangka mengistiqomahkan diri untuk konsisten menulis selama 30 hari. Memori atau kenangan paling membekas yang saat ini sedang gue ingat adalah satu hari sebelum hari berpulangnya Ibu.

Pagi itu, entah kenapa sebelum berangkat kantor kok rasanya mau make up-an ya, mau pakai baju yang bagus juga. Karena selama masa-masa merawat Ibu, jujur gue ga pernah dandan lagi tiap ke kantor. Bangun pagi, mandi, pake pelembab, sudah. Pakaian yang gue kenakan setiap haripun bisa dibilang "ngasal" karena gue pakai baju apapun yang ada di urutan paling atas di lemari gue. Ga mikirin nyambung atau ga, asalkan masih sopan dan rapi, yasudah.
Tapi hari itu, (yang belakangan gue baru tau lewat drama It's Okay Not To Be Okay tentang psikologi berpakaian-nya Koo Moon Young) hari itu gue pakai midi dress yang biasa gue pakai ke kondangan dengan wajah dipoles makeup tipis. Sepagi itu juga hati gue ga tenang karena sedari malam sibuk memikirkan "beli tabung oksigen dimana ya? :( "
Sedari siang pun suasana hati gue tambah ga karuan karena kakak ngabarin kondisi Ibu yang makin kritis. Gue yang saat itu sedang di kantor, makin gelisah, ga tenang, ga bisa konsentrasi selain nungguin jarum jam bergerak ke arah jam pulang.
Sore sekitar habis ashar, kakak gue ngabarin lagi Ibu yang semakin kritis dan akhirnya diputuskan untuk dibawa ke Rumah Sakit dengan ambulans. Gue yang saat itu bahkan udah rapi-rapi sebelum jam pulang (jaga-jaga supaya bisa langsung cabut begitu jam pulang) langsung pesan ojek online dari kantor ke Rumah Sakit tujuan.
Di tengah perjalanan, gue nerima kabar lagi dari kakak kalau Ibu ditolak masuk Rumah Sakit A karena saat itu UGD penuh. Perasaan gue? Hancur.
Gue berusaha tetat tenang sambil mencoba memberikan solusi alternatif untuk coba dibawa ke Rumah Sakit B, C, D. Setelahnya kakak gue ngabarin kalo Ibu alhamdulillah diterima di salah satu UGD Rumah Sakit. Gue saat itu sampai RS tersebut bertepatan azan maghrib, gue buka puasa sebentar dengan Aqua yang gue beli di jalan. Dari Rumah Sakit tsb disarankan Ibu dibawa pulang kembali ke rumah setelah diberikan obat. Gue ikut mengantarkan Ibu dengan ambulans. Gue yang saat itu lumayan akrab dengan suaranya, sensasi duduk di dalamnya, juga perasaan-perasaan yang entah tiap kali masuk ke mobil tersebut.
Ibu sudah sampai kembali di rumah. Kami baringkan Ibu kembali sampai dirasa Ibu sudah nyaman. Malam sekitar pukul 11, gue biasanya pulang ke rumah bareng Abang. Entah kenapa malam itu rasanya gue berat untuk pulang. Rasanya mau terus ada di samping Ibu di rumah itu walaupun badan gue rasanya lelah dan belum juga buka puasa dengan benar sedari di Rumah Sakit.
Tapi akhirnya gue pulang ke rumah meski dengan perasaan yang berat. Dan tepatnya pukul 2 pagi, kakak gue mengabarkan kalau Ibu sudah pulang.
Terjawab sudah kenapa malam itu gue rasanya berat sekali untuk ninggalin Ibu. Kenapa sedari pagi hati gue terus diliputi perasaan yang entah apa namanya.
Bidadariku berpulang.

13 September 2020

Kamis, 16 Juli 2020

Dear Cahaya...


Kamu pernah bilang "ga enak banget rasanya ditinggalin pas lagi sayang-sayangnya". Tapi ternyata, dengan berkata begitu, bukan berarti kamu ga akan ngelakuin hal yg sama. Karena tepat, kamu baru aja melakukan hal-hal ga ngenakin itu ke aku.

Kamu pernah bilang "kalau ada yang rusak itu diperbaiki bukan dibuang". Tapi ternyata, dengan berkata kaya gitu ga ngejamin juga kamu akan melalukan hal yang sama.

Kamu juga bilang "Tenang aja, ada aku di saat duka dan dukamu. Tell me". Kamu tau aku kehilangan banyak hal, dan aku kira kamu adalah hal-hal yang ga akan hilang. Aku salah, aku diperdaya kesombonganku sendiri.

Aku selalu tanya "bete ga?", "marah ga?", "capek ga?", "nyebelin ya aku?". Tapi kamu selalu jawab "ga marah kok", "gapapa kok", "it's okay". Tapi ternyata kamu simpan amarahmu dalam-dalam. Hal-hal yang ga pernah aku sadari, kamu pendam semua sendiri dan parahnya, aku kira, kita baik-baik aja.

Aku rasanya dikhianati pikiranku sendiri. Kamu adalah hal yang aku yakini ga akan pergi.
Tapi aku lupa, kamu juga manusia.
Entah di bagian mana, sampai sekarang pun masih ga ngerti salahku yang mana aja yg buat kamu lelah. Mungkin ga hanya satu atau dua.
Aku ga ingin mencoba membela diriku, apa yang aku yakini benar, atau apa yang kamu yakini benar.
Kita ga baik-baik aja, meski sebenarnya kita masih punya kesempatan untuk perbaiki semua
Tapi kamu bilang, kamu lelah.
Kita ga bisa lebih maju lagi dari ini

Setelah kamu pergi, ini bukan lagi tentang kamu, atau teganya kamu, atau jahatnya kamu.
Bukan.
Ini sudah tentang aku dan pikiranku sendiri.
Rasanya masih kaya mimpi
Ada kamu, sekarang ga ada lagi
Tapi akupun ga bisa memaksa
Semoga kamu temukan apa yang kamu cari
Semoga kamu pahami apa yang kamu yakini benar
Bagian paling menyedihkan buatku bukan saat kamu pergi, tapi saat bahkan ga aku temukan lagi aku di matamu.



Minggu, 26 April 2020

TETAP PRODUKTIF DI MASA PANDEMI


Dalam kondisi yang tidak mudah seperti sekarang ini lantaran kita dituntut untuk tetap stay at home, tentu ada beberapa hal yang membatasi langkah kita yang tidak lagi bisa sebebas biasanya. Selain harus beradaptasi dengan keadaan a new normal saat ini, kita pun dituntut untuk tetap
produktif di masa pandemi. Berikut cara-cara yang bisa kita lakukan agar tetap bisa produktif di masa pandemi.

1. Rutin berolahraga

Pict source : Google

Meski sedang di rumah aja, berolahraga tetap penting nih dilakukan. Tidak perlu melakukan olahraga yang berat, kita bisa melakukan olahraga ringan yang bisa tetap dilakukan meski #dirumahaja. Olahraga yang bisa dilakukan di rumah misalnya seperti yoga, cardio, atau minimal berjemur di bawah matahari langsung di pagi hari sambil melakukan stretching ringan kurang lebih 10-15 menit. Dengan begini, tubuh pun tetap bisa bergerak dan menghasilkan keringat meski #dirumahaja. Olahraga pun dapat dilakukan minimal 3 kali dalam seminggu, jadi nggak perlu olahraga setiap hari, yang penting dilakukan adalah tubuh tetap mendapatkan haknya untuk bergerak dan mebuang toxin-toxin di dalam tubuh yang dikeluarkan lewat keringan usai berolahraga.
Selain olahraga rutin, penting juga untuk tetap tidur tepat waktu. Pasti tidak sedikit di antara kita yang selama masa quarantine ini memiliki pola tidur terbalik, terlalu asyik menonton series drama Korea sampai subuh, atau contoh yang lainnya sering menjadi alasan kenapa jam tidur kita malah menjadi berantakan. Maka dari itu, penting sekali untuk tetap memiliki pola tidur yang teratur. Hal yang bisa kita lakukan di antaranya adalah mendisiplinkan diri untuk tetap tidur di jam – jam normal seperti jam 10 atau 11 malam, bisa juga sambil memasang alarm yang tersedia di gadget kita untuk menandakan jam tidur telah tiba. Kita juga bisa memulai membatasi penggunaan gadget terutama di jam-jam malam, supaya kita tidak tergoda membuka sosial media yang seringkali membuat kita lupa waktu lantaran terlalu asyik chatting atau membuka foto-foto di instagram atau media sosial lainnya.
Mendisiplinkan pola tidur ini juga bisa kita lakukan untuk mendisiplinkan kita untuk tetap bangun di pagi hari. Dengan tetap membiasakan diri untuk bangun pagi, tubuh pun akan jauh lebih sehat, sempat untuk berolahraga, dan jam-jam produktif kita pun semakin bertambah.

2. Jadwalkan Pekerjaan Kantor dan Rumah
Pict source : Google

Bagi seorang ibu yang bekerja, tentu ini tidaklah mudah untuk dilakukan di saat kita dituntut untuk tetap produktif mengurusi urusan domestik rumah dan pekerjaan di waktu yang bersamaan. Kita bisa mensiasatinya dengan cara menjadwalkan pekerjaan rumah dan kantor. Tentu akan lega sekali rasanya jika urusan rumah dan kantor bisa selesai dengan baik. Caranya kita bisa memulai mengagendakan pekerjaan rumah dan kantor dengan lebih terjadwal. Dengan membuat catatan-catatan kecil di sticky notes misalnya, atau menjadwalkan jam-jam produktif tersebut yang nantinya akan menjadi acuan kita dalam bekerja

3. Coba Memulai Berjualan Online
Pict source : Google

Di masa pandemi seperti ini, sebenarnya ada banyak potensi yang bisa digali, salah satunya adalah mulai berjualan online. Jadi, meski #dirumahaja kita bisa tetap produktif dan menghasilkan. Berjualan online ini pun bisa dimulai dari hal-hal yang kita senangi, misalnya berjualan makanan bagi yang senang memasak atau hobi makan sehingga tahu taste makanan – makanan enak. Atau kita juga bisa berjualan masker organik bagi yang hobinya skincare-an. Karena tidak dapat dipungkiri, meski #dirumahaja kulit juga tetap perlu dipenuhi kebutuhannya agar tetap terawat meski sedang di masa pandemi. Karena banyaknya yang sedang melakukan work from home kita juga bisa melihat potensi dan memanfaatkan peluang ini untuk mulai berjualan baju rumahan, hal ini dilakukan agar bisa tetap nyaman di rumah meski sambil bekerja. Semua potensi ini dapat kita lakukan secara online dengan memanfaatkan gadget dan koneksi internet tentunya. Dengan begitu, kita masih bisa tetap produktif di masa pandemi, bahkan bisa menjadi penghasilan sampingan juga lho.


4. Menanam Sendiri Sayuran di Pekarangan Rumah

Pict source : Google

Di masa pandemi seperti sekarang ini, kita juga wajib untuk mengkonsumsi makanan sehat dan vitamin guna menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh. Selain minum air yang cukup 2 liter atau sekitar 8 gelas perhari, mengkonsumsi buah dan sayur juga wajib dilakukan supaya kesehatan tetap terjaga, di samping mengkonsumsi vitamin dan suplement tubuh untuk menunjang kekebalan imun kita.
Hal ini menjadi menarik apabila kita mampu menanam sendiri sayuran atau buah-buahan yang kita butuhkan. Selain memiliki sisi ekonomisnya sendiri, hal ini pun bisa mendorong kita untuk lebih produktif selama #dirumahaja. Jika kita memiliki pekarangan yang cukup di rumah, kita bisa memulai menanam sayuran yang cukup cepat masa pertumbuhannya seperti kangkung, bayam, dan pakcoy dikarenakan tanaman ini sudah bisa kita panen beberapa minggu saja sejak penanaman pertama kali benihnya. Selain masa pertumbuhan yang cukup cepat, perawatan dalam merawat sayuran ini pun terbilang mudah, jadi untuk pemula seperti kita, cocok sekali untuk memulai bercocok tanam dan mencoba peruntungan kita di bidang cocok tanam ini.

Nah itu dia hal-hal yang tetap bisa dilakukan untuk tetap bisa produktif di masa pandemi seperti ini. Anjuran untuk tetap #stayathome atau work from home semoga tidak menjadi halangan ya untuk tetap produktif dan menjaga kesehatan tubuh. Semoga bermanfaat :)

Selasa, 03 Maret 2020

The Dearest

You have been gone 40 days ago, but still, the pain stays. 
Rasanya masih mau menyangkal kalau ini tidak benar-benar nyata
Rasanya masih mau menunggu, meski yg ditunggu tidak akan datang sambil ucap salam seperti biasa
Rasanya waktu berhenti, dan berjalan hanya di hari itu saja
Saat segala rasa paling tidak menyenangkan ramai-ramai menyusup ke dada
Rasanya, kupikir semua akan baik-baik saja
Hari-hari akan seperti biasa terlewati
Dua bulan kemarin, jiwa dan raga seolah dilatih paksa untuk membiasakan segalanya
Nyatanya, tidak akan ada kehilangan yg baik-baik saja
Seberapapun segalanya dipersiapkan
Rasa sakit itu ada
Entah kapan hilangnya
Atau mungkin tidak akan
Berair mata tiba-tiba kini menjadi biasa
Tidur dalam keadaan hati yang berat, dan terbangun dengan mata sembap, kini biasa
Ibu, Desi masih berusaha
Sampai hari ini
Bukan untuk menghilangkan, tapi untuk membiasakan segalanya yang tanpa Ibu
Everything seems rough here since to see and touch you become impossible, but i'm gonna through this surely
I love you and i'm really sorry for all of my mistakes.

Maaf untuk banyak waktu yang belum sempat kita habiskan berdua
Now i realized, i really need you



Sincerely,
Your dearest daughter.