Senin, 27 Maret 2017

#KKNBAHAGIA


It dedicated for the dearest, Al-Izza.

+Wah kompak banget ya geng KKN-nya.
+Ciyeee yang KKN-nya bahagia.
+Coba di kelompok gua ada manusia faedah juga kayak lu.
+Yaela, masih aja Des KKN.
+KKN? Apa itu KKN?
+KKN? KKN!

Kenapa #KKNBahagia? Sebenernya buat yang mau tau aja sih, pertama kali update status KKN Bahagia itu di BBM, waktu minggu pertama KKN dimulai. Untuk apa? Sebenernya tujuannya adalah untuk mensugesti diri saya sendiri yang saat itu memang sedang galau-galaunya (terpaksa) ikutan KKN. Dan kalau pernah denger “ucapan adalah doa”, saya rasa memang benar adanya. Kenapa? Karena kalimat KKN Bahagia awalnya saya pakai hanya untuk mensugesti diri sendiri yag saat itu sama sekali nggak ingin KKN, dan sekarang, kalimat yang merupakan sebuah doa tersebut terbukti, bahagia di KKN itu benar adanya.
Kalau ditanya kenapa saya sangat amat nggak ingin KKN saat itu, jawabannya standard aja, sebagai anak bungsu yang nggak pernah jauh dari orang tua, KKN menjadi beban tersendiri buat saya. Dan, “tak kenal maka tak sayang” juga benar adanya, KKN membuat saya menemukan keluarga baru dalam bentuk lain. Selain keluarga baru, KKN juga membuat saya yang nggak punya kampung halaman menjadi merasakan adanya tempat yang dirindukan untuk pulang, yang selanjutnya saya menyebut desa KKN saya sebagai kampung halaman.
Pada kesebelasan Al-Izza tersebut saya mengerti, bahwasanya rasa akan lebih bermakna tanpa campur tangan paksaan dari pihak-pihak luar. Dan pada desa tempat KKN saya tercinta, saya pun mengerti bahwasanya bahagia itu bisa diciptakan. Setulus-tulusnya rasa menyayangi yang saya rasakan dari orang-orang yang tidak memiliki hubungan darah dengan saya, berkumpul di desa tersebut. Semesta mengabulkan doa yang tanpa sengaja saya panjatkan, KKN bahagia yang saya harapkan bahkan lebih bahagia dari yang saya pikirkan.
Semoga lewat kata-kata yang saya buat ini, kenangan tersebut tidak menjadi hilang, justru kekal abadi kapan saja saya membacanya kembali, berulang, berulang, terus dibaca hingga ke generasi entah ke berapa. Bahwasanya saya pernah begitu bahagia berada di tengah-tengah mereka, menjadi bagian dari mereka, mengukir kenangan untuk nantinya dikenang di saat kulit kami mulai keriput, senyum kami tidak lagi menyunggingkan deretan gigi yang komplit, tapi bahagia itu pernah ada, rapi tersimpan dan tetap hidup dalam hati kami masing-masing.

27 Maret 2017

1 komentar: