Sabtu, 11 Maret 2017

Menjadi Cantiklah dengan Bijaksana

Menjadi Cantiklah dengan Bijaksana.

Pada tulisan ini, saya tidak bermaksud untuk menggurui siapapun atau berusaha menjadi paling benar sendiri. Tulisan ini adalah murni pendapat saya pribadi, yang bisa jadi sama ataupun bisa jadi berbeda dengan kalian.
Siapa sih perempuan yang nggak mau dibilang cantik? Atau berusaha mempercantik diri? Semua perempuan pasti ingin menjadi cantik kok, karena memang sudah naluri mereka secara harfiah seperti itu. Lalu cantik yang bijaksana itu cantik yang seperti apa?
Saya menggunakan tag khusus: Menjadi cantiklah dengan bijaksana. Kenapa?
Selain semua perempuan yang memang sudah nalurinya ingin menjadi cantik, juga semua perempuan pasti memiliki definisi cantiknya sendiri-sendiri. Ada yang mengekspresikan cantiknya dengan memakai barang-barang yang mahal, atau memakai make up yang tebal, atau ada yang mendefinisikan cantik dengn polesan make up tipis (atau tidak mengenakan make up sama sekali), karena sebagian kaum ini menilai cantik itu datangnya dari hati.
Menurut saya, tidak ada yang salah dengan masing-masing definisi tersebut. Karena memang, kembali lagi ke awal, bahwa setiap perempuan berhak mendefinisikan cantiknya sendiri-sendiri. Lalu seperti apa cantik yang bijaksana?
Sebelumnya saya mau cerita, cerita yang kemudian mengantarkan saya kepada cantik yang bijaksana. Bukan, bukan berarti dengan saya berbicara ini, lalu saya merasa menjadi perempuan paling cantik pun bijaksana di muka bumi. Tapi cerita ini kemudian yang mampu mendorong diri saya untuk bergerak memperbaiki diri. Saat usia saya sekitar 13 atau 14 tahun, saya pernah mendapatkan pernyataan yang menurut saya cukup menohok batin saya (sebagai perempuan). Usia saya memang masih sangat belia saat itu, masih duduk di bangku SMP, dan sebagai gadis muda belia yamg hanya tau bagaimana caranya mengerjakan PR dan menjawab soal-soal kuis dan ulangan dengan benar, saya tidak tau apa-apa tentang yang namanya cara merawat diri. Terlebih lagi, saya juga bukan perempuan yang dianugerahkan “cantik” dari lahir, hehehe.
Nah nah nah, di usia yang semuda itu, di tengah hari yang cerah ceria se-ceria suasana hati saya saat itu, saya tengah mengobrol sambil tertawa-tawa dengan sepupu-sepupu perempuan saya yang memang jumlahnya banyak. Entah candaan apa saat itu yang kita bicarakan hingga membuat saya tertawa terbahak-bahak, lalu salah satu di antara perempuan tersebut bilang “Jelek banget sih lo Des kayak *piiiiip* hahahaha”. Kata-katanya saya sensor sebagian ya karna satu dan lain hal. Yah, intinya perempuan tersebut menganggap saya jelek, even saat saya tengah tertawa. Momen dimana sebagian perempuan lain justru menjadi semakin cantik dan enak dilihat saat sedang tertawa dan menampilkan senyum yang lebar. Saya nggak marah, atau menunjukkan ekspresi tidak suka saya pada perempuan tersebut. Nggak. Itu nggak saya banget. Hehehe. Tapi dari kejadian tersebut sih jujur sukses banget menurunkan kadar percaya diri saya sampai ke titik paling rendah. Saya memang tidak cantik, tidak seperti stereotype cantik yang dipromosikan brand-brand kosmetik dan kecantiakan. Kulit saya gelap, wajah saya penuh jerawat, dengan deretan gigi yang nggak rapi alias berantakan kayak pemukiman padat penduduk, alis saya nggak tebal (oke, waktu itu alis tebal belum hits sih), rambut saya ikal bergelombang tebal banget yang lebih mirip kayak rambut singa. Dan saya menjadi sadar perbedaan saya dengan sepupu-sepupu perempuan saya yang rata-rata berkulit putih dan cantik dengan wajah mulus, gigi rapi, dan alis tebal. Saya jadi minder, malu, dan nggak suka sama diri saya sendiri.
Nggak nyangka kan dampak dari “celotehan” yang nggak sengaja kayak gitu sebenernya bisa berdampak besar banget buat perasaan seseorang. Saya lupa karena apa sampai saya bisa lupa dan kembali menjalani hari-hari masa remaja saya dengan normal lagi. Tapi intinya disini adalah cobalah mulai meyaring kata-kata yang kita putuskan untuk dilontarkan ke seseorang. Karena kita nggak pernah tau dampaknya ke orang tersebut seperti apa terlebih lagi kalau sudah menyangkut urusan fisik. Better cari bahan bercandaan lain, atau kalau nggak punya bahan candaan lebih baik diam. Lalu cantik yang bijaksana itu yang seperti apa?
Menurut saya nih ya, menurut saya yang merupakan bukan siapa-siapa, menurut saya yang hanyalah mahasiwi semeseter akhir yang tengah menunggu jadwal bimibingan skripsi, cantik itu nggak bisa dateng  cuma dari fisik aja, dimana kamu bisa poles muka kamu dengan make up setebal-tebalnya, atau cuma dari hati aja, dimana kamu ga butuh bedak, cc cream, pelembab, lip balm etc etc etc sama sekali dengan hanya mengandalkan kecantikan hati yang nggak semua orang bisa lihat. Cantik yang bijaksana itu ya, menurut saya, dimana kita bisa menyeimbangkan antara kecantikan dari luar, physically, yang bisa dilihat dengan mata orang lain, karena kita nggak bisa munafik bahwasanya orang luar (orang-orang yang baru dikenal, baru bertemu pertama kali atau beberapa kali) firstly akan memperhatikan tampilan fisik kita seperti apa sebagai first impression. Cantik itu bukan harus putih, langsing, tinggi, atau stereotype lain tentang perempuan cantik yang banyak ditawarkan produk-produk kecantikan. Cantik jasmani itu ya dimana tubuhb kalian tuh sehat, kulitnya sehat lembab (sekali lagi, ga harus putih), wajahnya juga terawat (it’s okay ada jerawat satu dua disana-sini), tapi over all, penampilan kalian itu enak dilihat untuk orang yang pertama kali kalian temuin, pakai make up is not a sin. Itu justru perlu, buat nyembunyiin kekurangan-kekuarangan yang ada di diri kalian. Kekurangan itu bukan justru dibenci, tapi dijadiin teman, dan make up tersebut bisa nyembunyiin kekurangan kalian sedikit kayak bekas-bekas jerawat atau flek hitam, alis yang tipis dan nggak berbentuk (kayak alis saya), etc etc etc. intinya, rawat fisik kalian karena cantik itu juga merupakan apa yang ditunjukkan dari segi fisik.
Cantik dari segi fisik itu nggak ada apa-apanya kalau nggak diimbangi dengan cantik dari hati. Karena, setelah orang mengenal kita dari “fisik”, kemudian mereka akan ingin mengenal kita secara pribadi. Disinilah “cantik dari hati” tersebut bekerja. Kecantikan fisik yang kalian punya akan nggak berarti apa-apa kalau hati kalian pun nggak cantik J hati yang cantik itu yang seperti apa? Simply yang nggak suka nyinyir sih, atau perbuatan-perbuatan tercela lainnya yang dirasa nggak perlu. Stereotype tentang hati yang baik dimana tidak ada kedengkian, rasa iri hati, perasaan sombong karena merasa dirinya paling cantik dan paling baik, atau berusaha agar terlihat paling baik. Menurut saya sih ya, inner beauty itu adalah seleksi alam, nggak perlu bersusah payah menunukkan jati diri “ini gue baik lho, ini gue paling baik hati lho, gue suka menolong, membantu, menabung, membantu ibu, beramal, berzakat” etc etc karena kebaikan hati itu ya akan terpancar dengan sendirinya. Don’t push yourself too hard, baby. Karena hati yang baik itu akan selalu terpancar tanpa perlu kita bersusah payah menunjukkannya.
Cantk yang bijaksana adalah perpaduan antara cantik secara fisik dan hati yang juga cantik secara berkesinambungan. Keduanya mesti berjalanan secara beriringan dan menjadi pelengkap serta penyempurna satu sama lain. Nggak bisa salah satunya berdiri sendiri tanpa didampingi. Maka menjadi cantiklah dengan bijaksana. Menjadi cantiklah tanpa diikuti dengan takabur. Bahwasanya menjadi cantik adalah hak setiap perempuan. Dan menjadi cantiklah dengan sederhana, menjadi cantiklah pada tempatnya.

11 Maret 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar