Menjadi Cantiklah dengan Bijaksana.
Pada tulisan
ini, saya tidak bermaksud untuk menggurui siapapun atau berusaha menjadi paling
benar sendiri. Tulisan ini adalah murni pendapat saya pribadi, yang bisa jadi
sama ataupun bisa jadi berbeda dengan kalian.
Siapa sih
perempuan yang nggak mau dibilang cantik? Atau berusaha mempercantik diri?
Semua perempuan pasti ingin menjadi cantik kok, karena memang sudah naluri
mereka secara harfiah seperti itu. Lalu cantik yang bijaksana itu cantik yang
seperti apa?
Saya menggunakan
tag khusus: Menjadi cantiklah dengan bijaksana. Kenapa?
Selain semua
perempuan yang memang sudah nalurinya ingin menjadi cantik, juga semua
perempuan pasti memiliki definisi cantiknya sendiri-sendiri. Ada yang
mengekspresikan cantiknya dengan memakai barang-barang yang mahal, atau memakai
make up yang tebal, atau ada yang
mendefinisikan cantik dengn polesan make
up tipis (atau tidak mengenakan make
up sama sekali), karena sebagian kaum ini menilai cantik itu datangnya dari
hati.
Menurut saya, tidak
ada yang salah dengan masing-masing definisi tersebut. Karena memang, kembali
lagi ke awal, bahwa setiap perempuan berhak mendefinisikan cantiknya sendiri-sendiri.
Lalu seperti apa cantik yang bijaksana?
Sebelumnya saya
mau cerita, cerita yang kemudian mengantarkan saya kepada cantik yang
bijaksana. Bukan, bukan berarti dengan saya berbicara ini, lalu saya merasa
menjadi perempuan paling cantik pun bijaksana di muka bumi. Tapi cerita ini
kemudian yang mampu mendorong diri saya untuk bergerak memperbaiki diri. Saat
usia saya sekitar 13 atau 14 tahun, saya pernah mendapatkan pernyataan yang
menurut saya cukup menohok batin saya (sebagai perempuan). Usia saya memang
masih sangat belia saat itu, masih duduk di bangku SMP, dan sebagai gadis muda
belia yamg hanya tau bagaimana caranya mengerjakan PR dan menjawab soal-soal
kuis dan ulangan dengan benar, saya tidak tau apa-apa tentang yang namanya cara
merawat diri. Terlebih lagi, saya juga bukan perempuan yang dianugerahkan “cantik”
dari lahir, hehehe.
Nah nah nah, di
usia yang semuda itu, di tengah hari yang cerah ceria se-ceria suasana hati
saya saat itu, saya tengah mengobrol sambil tertawa-tawa dengan sepupu-sepupu
perempuan saya yang memang jumlahnya banyak. Entah candaan apa saat itu yang
kita bicarakan hingga membuat saya tertawa terbahak-bahak, lalu salah satu di
antara perempuan tersebut bilang “Jelek banget sih lo Des kayak *piiiiip*
hahahaha”. Kata-katanya saya sensor sebagian ya karna satu dan lain hal. Yah,
intinya perempuan tersebut menganggap saya jelek, even saat saya tengah
tertawa. Momen dimana sebagian perempuan lain justru menjadi semakin cantik dan
enak dilihat saat sedang tertawa dan menampilkan senyum yang lebar. Saya nggak
marah, atau menunjukkan ekspresi tidak suka saya pada perempuan tersebut.
Nggak. Itu nggak saya banget. Hehehe. Tapi dari kejadian tersebut sih jujur
sukses banget menurunkan kadar percaya diri saya sampai ke titik paling rendah.
Saya memang tidak cantik, tidak seperti stereotype
cantik yang dipromosikan brand-brand kosmetik dan kecantiakan. Kulit saya
gelap, wajah saya penuh jerawat, dengan deretan gigi yang nggak rapi alias
berantakan kayak pemukiman padat penduduk, alis saya nggak tebal (oke, waktu
itu alis tebal belum hits sih), rambut saya ikal bergelombang tebal banget yang
lebih mirip kayak rambut singa. Dan saya menjadi sadar perbedaan saya dengan
sepupu-sepupu perempuan saya yang rata-rata berkulit putih dan cantik dengan
wajah mulus, gigi rapi, dan alis tebal. Saya jadi minder, malu, dan nggak suka
sama diri saya sendiri.
Nggak nyangka
kan dampak dari “celotehan” yang nggak sengaja kayak gitu sebenernya bisa
berdampak besar banget buat perasaan seseorang. Saya lupa karena apa sampai
saya bisa lupa dan kembali menjalani hari-hari masa remaja saya dengan normal
lagi. Tapi intinya disini adalah cobalah mulai meyaring kata-kata yang kita
putuskan untuk dilontarkan ke seseorang. Karena kita nggak pernah tau dampaknya
ke orang tersebut seperti apa terlebih lagi kalau sudah menyangkut urusan
fisik. Better cari bahan bercandaan
lain, atau kalau nggak punya bahan candaan lebih baik diam. Lalu cantik yang
bijaksana itu yang seperti apa?
Menurut saya nih
ya, menurut saya yang merupakan bukan siapa-siapa, menurut saya yang hanyalah
mahasiwi semeseter akhir yang tengah menunggu jadwal bimibingan skripsi, cantik
itu nggak bisa dateng cuma dari fisik
aja, dimana kamu bisa poles muka kamu dengan make up setebal-tebalnya, atau cuma
dari hati aja, dimana kamu ga butuh bedak, cc cream, pelembab, lip balm etc etc
etc sama sekali dengan hanya mengandalkan kecantikan hati yang nggak semua
orang bisa lihat. Cantik yang bijaksana itu ya, menurut saya, dimana kita bisa
menyeimbangkan antara kecantikan dari luar, physically,
yang bisa dilihat dengan mata orang lain, karena kita nggak bisa munafik
bahwasanya orang luar (orang-orang yang baru dikenal, baru bertemu pertama kali
atau beberapa kali) firstly akan
memperhatikan tampilan fisik kita seperti apa sebagai first impression. Cantik itu bukan harus putih, langsing, tinggi,
atau stereotype lain tentang
perempuan cantik yang banyak ditawarkan produk-produk kecantikan. Cantik
jasmani itu ya dimana tubuhb kalian tuh sehat, kulitnya sehat lembab (sekali
lagi, ga harus putih), wajahnya juga terawat (it’s okay ada jerawat satu dua
disana-sini), tapi over all,
penampilan kalian itu enak dilihat untuk orang yang pertama kali kalian temuin,
pakai make up is not a sin. Itu
justru perlu, buat nyembunyiin kekurangan-kekuarangan yang ada di diri kalian.
Kekurangan itu bukan justru dibenci, tapi dijadiin teman, dan make up tersebut
bisa nyembunyiin kekurangan kalian sedikit kayak bekas-bekas jerawat atau flek
hitam, alis yang tipis dan nggak berbentuk (kayak alis saya), etc etc etc.
intinya, rawat fisik kalian karena cantik itu juga merupakan apa yang ditunjukkan
dari segi fisik.
Cantik dari segi
fisik itu nggak ada apa-apanya kalau nggak diimbangi dengan cantik dari hati.
Karena, setelah orang mengenal kita dari “fisik”, kemudian mereka akan ingin
mengenal kita secara pribadi. Disinilah “cantik dari hati” tersebut bekerja.
Kecantikan fisik yang kalian punya akan nggak berarti apa-apa kalau hati kalian
pun nggak cantik J hati yang cantik itu yang seperti apa? Simply yang nggak suka nyinyir sih, atau perbuatan-perbuatan
tercela lainnya yang dirasa nggak perlu. Stereotype
tentang hati yang baik dimana tidak ada kedengkian, rasa iri hati, perasaan
sombong karena merasa dirinya paling cantik dan paling baik, atau berusaha agar
terlihat paling baik. Menurut saya sih ya, inner
beauty itu adalah seleksi alam, nggak perlu bersusah payah menunukkan jati
diri “ini gue baik lho, ini gue paling baik hati lho, gue suka menolong,
membantu, menabung, membantu ibu, beramal, berzakat” etc etc karena kebaikan
hati itu ya akan terpancar dengan sendirinya. Don’t push yourself too hard, baby. Karena hati yang baik itu akan
selalu terpancar tanpa perlu kita bersusah payah menunjukkannya.
Cantk yang
bijaksana adalah perpaduan antara cantik secara fisik dan hati yang juga cantik
secara berkesinambungan. Keduanya mesti berjalanan secara beriringan dan
menjadi pelengkap serta penyempurna satu sama lain. Nggak bisa salah satunya
berdiri sendiri tanpa didampingi. Maka menjadi cantiklah dengan bijaksana.
Menjadi cantiklah tanpa diikuti dengan takabur. Bahwasanya menjadi cantik
adalah hak setiap perempuan. Dan menjadi cantiklah dengan sederhana, menjadi
cantiklah pada tempatnya.
11 Maret 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar