Kamis, 13 Juli 2017
See You Again, Instagram.
“Update snapgram dulu dong.”
“Des, kok lu ga pernah update story lagi?”
“Lagi puasa ig cuyyy.”
“Tau lu, sok tiba-tiba ngilang.”
“Iya ya pantesan nggak pernah liat lu lagi di ig.”
“Gue emang sengaja ngilang, agar dicari.”
“Halah, eh jangan sengaja ngilang agar dicari.”
“Menunggu tidak sebercanda itu, Des. Hahaha”
Begitulah cuplikan percakapan sekumpulan anak sastra kalau lagi ngerumpi, ngomongin apapun teteuuup ujung-ujungnya............ (Malah ngutip penggalan pusinya Sujiwo Tedjo)
Kalau ngomongin tentang sosial media, saya rasa di zaman sekarang tuh setiap orang pasti punya minimal satu akun sosial media. Entah itu facebook, twitter, instagram, atau sosial media lainnya. Dan tulisan saya ini tentang sosial media yang lagi happening banget belakangan, yang hampir semua orang punya, atau hampir semua greetings yang dilakukan pasti ujungnya nanya “Punya ig nggak? Nama akunnya apa?”. Ya, it is Instagram. Si Instagram ini makin happening sejak menambahkan fitur baru ala-ala snapchat, yaitu igstory, atau sebagian orang ada yang nyebutnya snapgram (Iya, ini termasuk saya). #TimSnapgram.
Terus u ngapain Des sampe puasa instagram gitu? Idihhh lebay amat.
Saya belum lama sih menonaktifkan segala aktivitas saya di instagram ini. Nyampe sebulan pun belum, mungkin kurang lebih baru satu minggu. Then why did i finally chose to quit my account? What’s wrong with you, Instagram?
Kenapa tiba-tiba saya memutuskan untuk puasa Instagram? Kalau dibilang tiba-tiba sebenernya ini bukan keputusan yang tiba-tiba banget juga. Jauh sebelum ini, saya pernah puasa instagram tahun lalu untuk mempercepat proses healing alias move on hehe. Kurang lebih hampir sebulan atau sekitar 3 minggu, penyakit “kecanduan instagram” saya kambuh lagi, mulai kangen main instagram lagi, auk ah. Apa yang salah sama Instagram? Sebenernya nggak ada yang salah sama Instagram itu sendiri sih, saya menonaktifkan akun saya karena saya rasa justru salah tersebut ada di diri saya sendiri. Ada yang salah sama diri saya sejak instagram ini punya story. :)))))
Saya sadar betul kalau berbulan-bulan belakangan ini hidup saya jadi tergantung banget sama yang namanya igstory atau snapgram. Tanpa sadar, jempol saya ini udah sering banget dan cenderung kecanduan update-update tentang apapun ke igstory. Awalnya saya nggak tertarik sama fitur baru instagram ini, namun karena satu dan lain hal, yang kadang memaksa saya harus menmpromosikan sesuatu ke sosial media yang saya punya terkait “kerjaan”, terus kok lama-lama seru juga ya. Kita ga perlu upload foto yang bakal tersimpan lama karena dengan igstory ini apa yang kita upload hanya akan bertahan selama 24 jam dan setelah itu akan lenyap sendiri. Dan yang lebih serunya lagi adalahhhhh.... kita bisa liat dong siapa aja yang udah liat igstrory kita tersebut, entah dilihat yang bener-bener dilihat atau cuma di klik-klik aja untuk kemudian di skip #sakitnyatuhdisini. Saya rasa saya jadi cenderung kecanduan sama igstory ini karena seiring berjalannya waktu saya menjadi sangat rajin (bahkan setiap hari) upload-upload apapun ke igstory. Mulai dari hal paling nggak penting (nggak penting karena orang lain belum tentu mau tau lo lagi apa Des) kayak nge-screenshot chat whatsapp lalu di upload ke igstory, nggak penting level foto makanan apa yang lagi saya makan lalu upload ke igstory, nggak penting level nge-video-in langkah kaki lagi jalan-jalan di mall sendirian, dan masih banyak lagi hal-hal yang kurang penting, yang nggak seharusnya di-share, lalu dengan penuh kesadaran saya share dong ke igstory. Mulai dari situ lah, saya ngerasa kok kayak ada yang salah ya, ketika sedang ada di perkumpulan baik itu dengan teman, keluarga atau yang lainya pun, saya menjadi sibuk sendiri dengan handphone saya, entah itu foto-foto, rekam-rekam video, atau edit-edit apapun, saya jadi menghilangkan esensi dari “ketemuan”nya itu sendiri.
Igstory dewasa ini sudah menjadi alat komunikasi kode-kodean paling mujarab yang paling kekinian. Dan ya, virus-virus tersebut pun akhirnya mewabah juga ke seluruh sanubari saya #halah. Saya menjadi keranjingan update igstory karena keasyikan ngelihatin siapa aja yang udah liat igstrory saya tsb. Update lagu pake background hitam lah, update tengah malem hal-hal yang nggak penting hanya buat mau tau gebetan masih bangun atau belumlah, update screenshot-an quote-quote menyayat hati lah #iya #inibuatkamu #yangadadiurutanpertamaviewerliststoryaku #yangselalulihatstoryakutapinggakperahkomen #hashtag #sakit.
Nah, that’s way i decided to quit from ig. Bukan karena instagram-nya, tapi karena diri saya yang sibuk cari perhatian sana-sini di dunia maya, sampai lupa to live my real life. Dan, seminggu belakangan LDR-an sama ig ini saya ngerasa kalo saya jadi lebih menikmati kehidupan saya yang sesungguhnya, di dunia nyata. Selain kuota internet dan baterai hp yang menjadi jauh lebih hemat, ketika berkumpul dengan teman atau keluarga pun saya nggak lagi sibuk sama gadget saya sendiri. Dan saya tau, ini yang saya mau.
Saya nggak mengatakan bahwa pilihan saya untuk rehat dari ig ini adalah benar dan kalian yang tetap aktif di ig adalah salah. Saya tidak mengatakan bahwa saya yang tidak lagi update tentang apapun di igstory ini adalah benar dan kalian yang tetap aktif di igstory adalah salah. Semuanya balik lagi pada kenyamanannya masing-masing. Saya memutuskan berhenti karena saya sadar ada yang salah dalam diri saya. Saya berhenti karena saya sadar, ada yang harus diakhiri agar nggak makin keliru. Saya nggak seperti teman saya sudah lebih dulu memutuskan untuk stop do instagram dengan menghapus account-nya, saya cuma menonaktifkan dengan cara uninstall aplikasi tersebut dari handphone saya sehingga nggak ada lagi akses bagi saya untuk membuka aplikasi tersebut. Saya memilih untuk tidak menghapus account saya karena saya sadar di era ini sosial media juga cukup diperlukan, yang suatu saat nanti saya pasti akan balik butuh kamu lagi, Instagram.. (Tiba-tiba balik lagi setelah pergi gitu aja, kayak gebetan yang ninggallin pas lagi sayang-sayangnya). Saya sadar, di luaran sana, banyak sekali beribu-ribu manfaat dari instagram, tapi dalam kasus ini, saya membatasi diri saya sendiri karena saya sadar pengendalian dari diri saya sendiri yang masih sangat lemah dan dengan meninggalkan instagram sejenak, ini menjadi bentuk pengendalian diri saya agar ke depannya, ketika saya sudah lebih siap, ketika saya sudah mampu mengendalikan diri saya sendiri, saya bisa menjadi lebih bijak dalam menggunakan sosial media apapun, termasuk instagram.
It’s not a good bye, it’s just see you again, Instagram.
13 Juli 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar