Ribuan kilo meter dari tempat saya sekarang menggores pena, seseorang tengah berjuang di tengah samudera sembari ditemani ombak yang kerap datang tak bersahabat.
Disini, fajar baru saja naik, bersiap memancarkan perhiasan cantiknya ke seisi langit, sementara di belahan bumi yang lain mentari baru saja pamit pulang ke peraduan.
Saya senang, atas usahamu sebagai lelaki meraih cita-cita. Setidaknya di mataku, kamu membanggakan, mengagumkan.
Di belahan bumi sana, berada rindu yang paling dalam dari rasa yang paling tulus, yang kamu tau itu milik siapa.
Kamu mengagumkan. Sama mengagumkannya seperti saat pertama kali kamu melihat bulbous bow, bow thruster, atau istilah lain yang tidak sepenuhnya saya mengerti.
Kamu harus tau, kamu semengagumkan itu. Hatiku sering lompat tak bisa diam layaknya anak lumba-lumba ketika akhirnya kudapati kabar darimu.
Saya tidak masalah, sama sekali, dengan segala keterbatasan yang membatasi. Jarak, waktu, tenaga, senyummu mampu menggantikan segalanya.
Kamu harus tau, bukan setiap saat hadirmu yang ku mau, rasa jatuh cinta pertama kita yang butuh dipupuk setiap harinya agar tidak layu. Sebatas itu. Segalanya dapat kuatasi, selama ada rasamu di sini.
Saya mau kamu terus berjuang, meraih impianmu sebagai lelaki, karena disitulah letak harga diri.
Saya tabah, menantimu pulang, menggenapkan mimpi-mimpi yang terus meninggi.
Lempar sampai jauh jangkarmu, tenggelamkan sedalam-dalamnya. Sesekali lelah itu biasa, tanda kamu tengah berjuang.
Kamu mengagumkan. Saya tidak bisa lupa.
Berlayarlah yang jauh, kita tetap dekat.
Berlayarlah dan terus kayuh, saya yang setia menyeka peluhmu.
Berlayarlah, rumahmu tidak akan pergi.
Tetaplah mengagumkan.
Hingga kita menua bersama, tenggelam dalam keriput-keriput simpul tawa.
Kamu begitu mengagumkan.
9 April 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar