Kamis, 28 April 2016

Perihal Kehilangan

PERIHAL KEHILANGAN

Hilang. Ataupun Kehilangan. Saat usia saya masih 10 tahun saya pernah kehilangan, satu tempat pensil berbentuk anjing kesayangan yang berisi pensil, penghapus pun pulpen serta segala isinya. Tentu karena keteledoran saya, maletakkan dan membiarkannya di sembarang tempat. Tentu selang beberapa hari saya sudah menggantinya dengan tempat pensil yang baru. Rupanya kesedihan saya lantaran kehilangan tempat pensil kesayangan hanya selang beberapa hari, setelah saya mendapat tempat pensil yang baru pemberian Ayah saya, nyatanya saya dengan mudah melupakan si Tempat Pensil Berbentuk Anjing itu.
Selang 8 tahun, saya kembali..merasakan kehilangan. Kehilangan yang sama. Perginya sesuatu yang telah lama menemani dan terlanjur menjadi kesayangan. Tapi bukan lagi tempat pensil ; berbentuk anjing, kucing, kambing, atau bahkan cacing. Saya kehilangan seseorang. Bukan hanya seseorang, saya pun kehilangan rasa, asa, entah apa lagi yang belum kelar saya sadari semua. Bukan seperti saya melupakan si Tempat Pensil berbentuk Anjing kala usia saya 10 tahun, saya kesulitan untuk melupakan seseorang yang telah pergi. Atau, seseorang yang telah memilih pergi. Saya begitu bodoh dalam hal melupakan seseorang itu. Dengan jarak yang sekian jauhnya pun dia yang tak lagi terdengar suaranya, seharusnya saya dapat dengan mudah melupakan. Seharusnya. Seseorang itu bukanlah tempat pensil yang dapat dengan mudah diganti dengan tempat yang baru saat tempat pensil yang lama hilang. Pun kenangan di dalamnya bukan batang pensil, penghapus dan pulpen yang dapat dengan mudah dibelikan oleh Ayah saya. Bukan.
Makna ‘Kehilangan’ kala saya berusia 10 tahun dengan saya berusia 18 tahun kini, sungguh sangat jauh berbeda. Terlalu rumit, telalu sulit. Saat usia saya 10 tahun, saya begitu mudah menghilangkan. Dan kini, saat 18 tahun usia saya, saya begitu mudah kehilangan. Kata ‘Hilang’ tak lagi sederhana di kepala saya. Bukan lagi tentang tempat pensil berbentuk anjing berwarna oranye. Melainkan seseorang, yang tak ingin saya sebutkan namanya.
Saya kehilangan, entah sesuatu atau seseorang, yang pernah sebegitu saya perjuangkan. Saya tidak lagi meletakkannya sembarangan karena keteledoran saya seperti saat saya berusia 10 tahun, melainkan saya letakkan seseorang itu di tempat yang barang kali tak dapat dengan mudah terjamah orang lain. Di tempat dimana saya mengira disanalah seseorang itu akan tinggal. Tetapi nyatanya, seseorang itu menutup kembali pintu yang telah ia buka. Berbalik arah lalu melangkah pergi. Saya yang berdiri di ambang pintu itu, hanya dapat melihat punggungnya yang bidang, tempat saya bersandar kala hati tengah tak menentu, menjauh dari tempat saya berdiri. Saya bodoh. Seharusnya saya menarik tangannya dan memaksanya kembali. Tapi saya memilih diam, memanggilnya dalam tangisan. Karena kekuatan paling tangguh ada saat kita mampu menahan diri dari menahan perginya seseorang. Begitu katanya.
Dan saya begitu kehilangan. Saat hari-hari tak lagi sama. Saat saya harus menata kembali dan membuang segala hal yang telah pergi meninggalkan. Awalnya saya pikir, saya kehilangan, seorang diri. Tapi nyatanya, kamu pun merasakan kehilangan yang sama. Saya kehilangan seseorang yang saya cintai. Sedang kamu, kehilangan cinta yang teramat besar yang telah kamu paksa menggugurkan diri sebelum sempat berbunga.    
5 Februari 2013
(Ditulis 3 tahun lalu, saat sedang hangat-hangatnya merasakan patah hati)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar