Kamis, 21 Desember 2017
#SIDANGBAHAGIA
Selasa, 21 November 2017
Drama Korea Terbaik Versi Deci; Reply 1988 dan Moon Lovers Scarlet Heart Ryeo
Selasa, 10 Oktober 2017
Sebab Kita Tidak Tau
Senyum di bibirnya selalu menyunggingkan tawa
Padahal kita tidak tau seberapa sering ia menyeka air matanya
Seringkali kita melihat hidup seseorang terasa begitu mudah
Padahal kita tidak tau, apa yg telah Tuhan ambil untuk kemudian digantikan yg lebih baik
Seringkali kita melihat hidup seseorang yang bebas berjalan kesana-kemari
Padahal kita tidak tau, sepatu usang yg ia kenakan melukai telapak kakinya
Padahal kita tidak tau, perjuangan apa yang telah dilaluinya demi mencapai tempatnya sekarang
Seringkali kita menilai seseorang terlalu sering mengeluh
Padahal kita tidak tau, berapa banyak telinga yang telah menolaknya untuk mendengar
Seringkali kita menilai seseorang terlalu kaku
Padahal kita tidak tau, dengan apa ia mengisi perutnya siang ini dengan isi dompet yang pas-pasan
Seringkali kita terlalu cepat menarik kesimpulan
Yg ada hanya ia yg pandai menyembunyikan awan mendung di pelupuk matanya
Yg ada hanya ia yg pandai bersembunyi
Di balik apapun
Demi terlihat baik-baik saja
Maka jangan terlalu cepat menilai
Jangan terlalu lekas menarik kesimpulan
Sebab kita tidak pernah tau
Sekeras apa jeritan tangisnya di balik tawa yg tergelak
Sebab kita tidak pernah tau
Segaduh apa ia mengadu pada Tuhannya prihal beratnya beban yg sedang dipikul
Sebab kita tidak pernah tau
Perjuangannya
Pengorbanannya
Lelah jiwa dan raganya
Maka jangan terlalu cepat
Jangan terlalu lekas
Rabu, 20 September 2017
Minggu-Minggu Penuh Cerita
Alhamdulillah, mimggu ini saya ngerasa lagi banyak banget dapet berkah dariNya. Pertama, akhirnya lulus TOEFL yang sebelumnya pesimis banget entah lulus atau nggak karena saat tes sangat-sangat nggak konsen ngerjaiin dan sibuk nahan mules ( hahaha. Kedua, Alhamdulillah Allah kasih saya rezeki dari cara yang tidak terduga-duga tepat di saat dompet saya mengalami krisis kekeringan, hehe. Ketiga, berhasil ikutan Make up Challenge dari brand kosmetik di instagram, dan hal yang ngebahagiain adalah hasil makeup yang dipuji “bagus” sama temen-temen. Kayak disuntikin energy positif seketika. Kalau saya selalu bilang saya tuh anaknya gampang banget bahagia, tiga hal itu tadi sebagai contoh nyatanya.
Tapi gitu ya, yang namanya hidup tuh emang harus seimbang. Ada bahagia, pasti ada sedihnya juga. Biar hidupnya nggak datar-datar aja kayak alis mba-mba Korea kekinian. Minggu ini, saya juga banyak bertemu dengan orang-orang yang bikin deg-degan. Ketemu Presiden? Bukan. Ketemu dosen pembimbing? Hehe udah hampir sebulan ini belum bimbingan lagi :’) terus ketemu siapa dong?
Ada yang bilang kalau masa lalu itu nggak bisa sepenuhnya benar-benar dilupain, mereka hanya berpindah tempat dari kursi prioritas menjadi kursi umum. Ciaaaa hayooo bener apa bener? Iya, ternyata ritme degup jantung saya masih sama aja, nggak banyak berubah, tepat ketika saya melihat lagi sesuatu itu. Deg-degan yang bahkan udah hampir lupa gimana rasanya, eh dateng lagi. Hehehe
Selain ketemu banyak orang-orang yang membuat deg-degan, saya juga berhasil melawan rasa sakit dengan kekuatan mind set. Elah behasanyaaaa :’) jadi ceritanya, malam sebelum esok paginya saya harus presentasi dan demo make up di hadapan mahasiswa-mahasiswi salah satu fakultas di uin, kepala saya berat banget, badan keringetan banyak tapi kedinginan huhu, mata ngantuk berat tapi nggak mau pulas tidur, hati saya mulai galau karena udah jam 12 malam dan esok pagi acara jam 10 pagi. Mulai resah dan gelisah karena nggak mungkin banget saya minta acaranya diundur selang h-beberapa jam. Huhu pokoknya sedih banget deh malam itu tuh bobok sambil nahan rasa sakit sambil ingin menangis sambil mikirin gimana acara besok. Setelah saya ingat-ingat ngapain aja seharian tadi sampai jadi segini beratnya kepala bahkan saat diajak tidur, eh saya inget tuh, ternyata 2 hari sebelumnya saya begadang dan tidur jam 3 pagi, saat inget saya mulai bĂȘte sama diri saya sendiri huhu, terus juga pas sorenya saya ke dua tempat yang letaknya lumayan jauh, dengan motor, tanpa jaket, dan lupa belum makan siang. Duh lemah sekali kamu, nduk ( kenapa saya berhasil ngalahin rasa sakit berbekal kekuatan mid set? Setelah capek berpikir dan mengingat-ingat, saya kemudian menyimpulkan, “gue nggak mau dan nggak akan ngerusak acara orang Cuma gara-gara kesalahan yang gue buat sendiri.” Karena saya tetiba meriang karena kenakalan begadang yang saya buat sendiri, dan nggak mau mengecewakan yang punya acara dengan meng-cancel acara begitu saja di tengah malam, saya coba kuat-kuatin badan saya, kepala tetap berat, air mata tetap ngalir tanpa diminta, tapi saya terus bicara ke diri sendiri kalau saya bisa dan besok pagi saya akan baik-baik aja. Terus entah gimana ceritanya saya ketiduran dan kebangun lantas memperbaiki posisi tidur saya. Dan yeay, ketika paginya bangun tidur, walaupun masih teramat sangat ngantuk, tapi kepala saya nggak berat lagi dong, badannya juga udah membaik dengan suhu normal. Wkwkwk. Ceritanya kelihatan sederhana banget, tapi nggak berlebihan rasanya kalau saya bangga ternyata udah berhasil melawan rasa sakit. Alhamdulillah pun, acara demo make up yang saya pandu paginya lancar.
Dan satu lagi yang membahagiakan adalah, salah satu sahabat seperjuangan sedari jaman krunyil sampai sebangkotan sekarang akhirnya udah sidang. Yeayyyyy. Salah satu teman yang nggak pernah berubah sejak 8 tahun mengenal, selamat.
Jumat, 18 Agustus 2017
Surat Cinta Buat Bapak
(Ini adalah tulisan lama yg kemudian dikembangkan dalam rangka ulang tahun untuk Bapakku).
Bapak, jika ada yang bertanya keberuntungan apa yang Desi dapat di dunia ini, pastilah Bapak. Keberuntungan Desi, Allah perkenankan dan bahagiakan Desi dengan sosok Ayah penuh kasih. Lebih dari sekadar beruntung, apa pun namanya. Desi begitu bangga, warisan darah dan genetika yang deras mengalir dalam tubuh Desi. Bahagia yang enggan diganti atau terganti oleh apapun.
Saya anak ketiga, perempuan, satu-satunya dalam keluarga. Sejak kecil, saya ingat, setiap tidur malam saya selalu dikeloni sama Bapak, sekedar kipas-kipas atau mpok-mpok sambil sedikit bercerita. Atau saya juga ingat, seringkali saya tertidur di depan tv, Bapak menggendong saya ke kamar, saya tau, karna saya masih setengah terjaga. Kita juga senang melihat bulan dan bintang di waktu malam, di langit sekitar tahun 1999 atau 2000. Bapak orang yang gampang "gerah", kebiasaannya duduk di teras rumah malam-malam sambil telanjang dada, dan saya menemani sambil bercerita ini dan itu. Memandangi bulan dan bintang, saya ingat, Bapak bilang kalau nenek dan kakek saya yang sudah meninggal itu rumahnya di surga, di dalam bulan dan bintang tersebut. Itu Bapak, Bapak saya yang membanggakan.
Bapak itu pembawaannya tenang, teratur, kalem. Seringkali saat Ibu tersulut dengan berapi-api, maka Bapaklah sosok yang menenangkan layaknya mata air. Kagum sekali saya padamu Bapak. Saya bangga dengan segala apapun yang ada dan melekat pada dirimu, Bapak. Bahkan harum khas keringat yang Bapak saya turunkan menjadikan identitas bahwa sayalah anaknya, yang sangat bangga memilikinya.
Banyak sekali pengalaman hidup Bapak. Manis, pahit, hambar, semuanya sudah kenyang Bapak saya rasakan. Dulu sekali, Bapak saya pernah tertabrak truk saat Bapak mengendarai sepeda di jalan menurun. Entah saya sudah lahir atau belum, saya mendapatkan cerita ini dari Ibu saya. Itu menyebabkan kaki Bapak (di bagian paha) harus dijahit yang sampai sekarang bekasnya masih nyata terlihat :( juga menyebabkan panjang kaki Bapak saya tidak lagi sama. Jadi, tiap membeli celana, terlebih lagi celana panjang, Bapak harus memendekkan bagian salah satunya.
Waktu saya sekitar umur 5 tahunan, Bapak senang sekali menggendong saya di atas bahunya. Digendongnya saya di atas bahunya sambil saya memainkan rambut Bapak yang beruban dari atas. Sembari tertawa-tawa. Bapak sambil menghitung langkah kaki dari rumah ke rumah nenek saya yang kebetulan jaraknya berdekatan. Atau menggendong saya dengan sarung yang Bapak kalungkan menyamping, lalu saya masuk ke dalamnya. Saya masih ingat semua rasanya, dan kalau bisa, ingin sekali saya mengulang hari-hari itu :)
Pernah juga, waktu itu Ibu menyuruh saya melanjutkan memasak sayur bayam karena Ibu ada keperluan di luar, semua bumbunya tinggal dimasukkin aja kata Ibu. Saya belum bisa memasak selain memasak mie dan nasi goreng, jadilah dengan ilmu sok tau dan takaran kira-kira saya memasukkan semua bumbunya, dan garam. Tanpa diicip lagi sebelumnya, saya meminta Bapak mencoba masakan saya, dengan kata-kata meyakinkan Bapak bilang sayur bayamnya enak. Senang dan bangga sekali saya mendengarnya. Bapak terus makan dengan lahap, karena penasaran, saya mencoba masakan buatan saya, dan noooo, rasanya hambar, mirip air putih dicampur daun bayam :( melihat ekspresi saya, Bapak cuma tertawa, sambil tetap meyakinkan kalau masakan saya enak. Bapak :')
Sampai seumur segini pun, 21 tahun, kemanapun saya pergi, tetap ditemenin sama Bapak. Sampai semester 2 kuliah, Bapak antar dan jemput saya setiap kuliah. Panas, hujan, bahkan pernah Bapak jemput saya di kampus sore-sore, sedang hujan deras sekali, saya sudah pulang sebelumnya karena saya pikir hari itu mau hujan, Bapak sudah sampai di kampus saya dan menunggu satu jam lebih. Akhirnya Bapak pulang sambil hujan-hujanan tanpa saya :(
Pernah Bapak berpesan, saat Bapak pertama kali tau kalau beliau terkena diabetes, saya tau Bapak sedang sedih-sedihnya kala itu. Bapak bilang ke saya, sebuah pesan sebenarnya, untuk jangan pernah meninggalkan shalat. Mata Bapak berkaca-kaca kala itu, dan saya menjawab dengan jawaban sok tegar yg dipaksakan, cuma mampu bilang "iya". Padahal hati saya remuk, patah sejadi-jadinya kala mendengar awalan Bapak berpesan, "Kalau Bapak nggak lagi ada...." Kalimat yg sungguh-sungguh membuat hati saya hancur.
Begitulah Bapak saya, Bapak saya yang membanggakan. Cinta pertama yang saya dapat. Cinta paling tulus dan tanpa pamrih yang saya kenal. Senyata-nyatanya cinta yang bahkan lebih kental dari darah. Ingin saya kembali ke masa-masa itu, bersama Bapak, dimana semuanya terasa menyenangkan dan penuh tawa.
Tetaplah sehat, Pak. Panjang umur. Kebahagiaan orang tua adalah saat melihat anaknya berhasil, kebahagiaan anak adalah saat mampu membagikan bahagia, melihat senyum lebar yang terkembang di wajah Ayah dan Ibunya. Chayank Bapak❤
10 Mei 2016
Minggu, 16 Juli 2017
Filosofi Lipstik
Ini bukan tentang kopi dan filosofinya, ini tentang saya yang teringat setelah nonton Filosofi Kopi kalau ternyata saya pernah nulis hal serupa dengan judul ‘Filosofi Lipstik’ di tahun 2013 lalu, walau belum berhasil saya selesain. Hahaha, ketawain aja yang keras gapapa :)
Tapi seriously, kalau dibilang dalam film Filosofi Kopi bahwa setiap jenis kopi memiliki filosofinya masing-masing, menurut saya semua hal memang memiliki filosofinya masing-masing. Entah itu kopi, lipstik, atau hal lain. Jauh sebelum mengenal banyak lipstik dan berteman akrab dengan mereka, saya cukup kesulitan dalam menemukan lipstik apa yang kira-kira cocok buat saya. Pengetahuan saya waktu itu masih minim banget dan teman-teman saya pun belum banyak juga yang suka sama lipstik. (Ya ini kayaknya u aja Des yang kecentilan duluan).
Di tengah pengetahuan yang minim dan kegamangan mau beli lipstik apa, akhirnya saya beraniin beli lipstik Wardah waktu itu (jauh sebelum kugabung di Wardah Beauty Agent yak temen-temen). Tapi sayangnya, warna yang saya pilih salah banget waktu itu. Kulit saya dan bibir saya tuh gelap, dan dengan cantiknya saya beli lipstik dengan warna pink untuk kulit blue undertone. Waktu sampai rumah coba diaplikasiin ke bibir, oh my God ingin menangys karena hasilnya jadi aneh banget, bener-bener nggak masuk sama sekali ke warna kulit saya. Hehe. Nggak sampe situ aja, tampilannya pun makin nggak banget karena saya belum bisa ngerawat bibir waktu itu. Bibirnya nggak pernah dipakein lip balm sama sekali dan alhasil ketika dipakein lipstik Yaa Lord lipstik sama bibirnya kayak misahhhh :)))) kepisah sama kulit mati dan kering dan pecah-pecah #sedih.
Setelah kejadian salah warna lipstik waktu itu, akhirnya saya ga mau lagi pakai lipstik yang warna-warnanya muda dan pink semacamnya karena saya udah memproklamirkan diri kalau warna-warna syantique tersebut bukan buat saya (walaupun deep inside my heart kusuka banget warna-warna tersebut) #sedihlagi. Akhirnya saya beli lagi deh lipstik kedua, setelah yang sebelumnya gagal total dan dihibahin ke temen aja. Kali ini saya beli yang warnanya merah pemirsa, saya beli langsung sekaligus yang merahnya ga main-main atau nanggung, waktu itu nama shade-nya Dark Red kalau nggak salah. Pas sampai rumah, kayak biasa, langsung cobain di depan kaca sambil senyum-senyum sendiri wkwkwkwk. Dan yha, kayaknya kali ini saya ngerasa berhasil nemuin warna yang passss sama kulit saya. Dan lipstik tersebut jadi lipstik pertama yang saya pake ke kampus, heuheu. Warnanya merah, dan dipakai ke kampus. Waktu pertama kali pakai, reaksi temen-temen kampus ya bisa ditebak lah yaaaa. Tapi emang dasarnya saya ini keras kepala, as long as saya ngerasa bagus-bagus aja dan pede-pede aja, jadilah kehidupan semester 2 saya sebagai mahasiswi baru (maba) unyu diwarnai dengan lipstik merah.
Makin lama, saya ngerasa si lipstik merah ini terlalu merah dan terlalu heboh buat dipake ke lingkungan kampus. (u telat nyadarnya Desss). Akhirnya saya mulai galau lagi, pengin punya lipstik warna baru tapi masih trauma juga sama kejadian lipstik pertama saya yang warna pink itu. Waktu itu liat lipstiknya punya temen, warnanya pink kecoklatan gitu, syantique. Saya pinjem dan cobain pake ke bibir saya dan ya, not bad. Akhirnya coba beli lipstik itu dan pakai sendiri di rumah, dan yeayyy, finally I found you, sweet heart #happy (tuh kan gampang banget dibahagiain). Saya pun udah ngerti kalau bibir itu harus dirawat pakai lip balm, jadi ketika pakai lipstik ini, udah nggak ada lagi kejadian bibir pecah-pecah dan sejenisnya. Lipstik tersebut pun sampe sekarang masih saya pakai, kalau dirasa lipstiknya udah mulai pendek dan bentar lagi habis, sebelum benar-benar habis pasti saya udah beli duluan yang baru buat jaga-jaga #halah dan dia selalu ada di make up pouch saya selama 2 tahun ini. (ternyata lebih setia lipstik ya daripada gebetan).
Oh iya saya mau ceritain gimana reaksi teman-teman saya waktu akhirnya saya hijrah dari lipstik merah membahana ke lipstik warna kalem. “Des bagusan gini lipstiknya, kalem.” Atau “Des lu pake lipstik apa? Kok bagus?” hehehe akhirnyaaaa.
Buat saya, lipstik itu fungsinya bukan cuma buat ngewarnain bibir aja, tapi buat ngewarnain hati. Waktu itu pernah saya lagi sedih-sedihnya, sediiiiihhhh banget parah sampe mata sembab oleh karena. Waktu itu lagi ke mall juga, dan tiba-tiba kepikiran aja buat beli lipstik merah retro ala Taylor Swift, siapa tau bisa ngilangin atau seenggaknya mengurangi rasa sedih di hati saya (sedih mulu u). Setelah pilih-pilih dan akhirnya memilih, pas sampai rumah dicoba ternyata warna merahnya ga sesuai ekspektasi :((( dan teksturnya nggak matte :((( Niat hati mau ngilangin sedih pake lipstik baru, ternyata malah jadi makin sedih karna salah warna. Huhuhu #sediaqutu
Pengalaman saya cari warna lipstik yang cocok dan beberapa kali gagal, niat saya buat ngurangin sedih dengan lipstik baru, pada akhirnya mengantarkan saya pada pemikiran filosofis bahwasanya hidup itu kadang seribet cari warna lipstik, tapi setelah ketemu yang pas, entah sesedih apa atau selelah apa pengalaman berburu lisptiknya kemarin, tetep aja kebayar bahagia ketika ketemu lipstik yang pas di hati, eh di bibir. Dan lipstik sebagai pengurang rasa sedih tuh bener kok, belajar dari pengalaman-pengalaman pahit dalam memilih lipstik kemarin-kemarin, bikin saya paham gimana caranya pilih warna lipstik agar warnanya sesuai antara yang di tube tester-nya sama lipstik asli yang nantinya kita terima. Gitu, selalu ada pelajaran dan hikmah yang bisa diambil. Selalu banget, meskipun itu dari sebuah lipstik.
Seiring berkembangnya zaman dan teknologi, lipstik juga rupanya berevolusi (bahasa u Desss). Kalau dulu, saya cuma nemuin bentuk lipstik yang begitu-begitu aja, diputer di bagian bawahnya lalu si lipstiknya ini keluar dari dalam. Sekarang, bentuk lipstik tuh udah macem-macem banget, formulanya juga pun. Ada yang matte, creamy, sheer dsb, bentuknya pun macem-macem dari yang panjang lurus sampai bulat gemay kayak saya juga ada. Dan sekiranya pun begitu, mau ada beragam jenis bentuk dan formula lipstik sekarang ini yang bermunculan, saya juga ikutan beli, tapi saya nggak pernah lupain lipstik terbaik yang pertama kali saya punya. Walaupun bentuknya udah jadul, walaupun banyak banget lipstik-lipstik dengan warna serupa, tapi saya nyamannya cuma sama satu yang satu itu #gimanadong. Si lipstik sweet heart yang pertama kali bikin saya jatuh hati ini selalu ada, walapun sekarang saya udah beralih ke lipstik kekinian yang bentuknya lipcream, yang awalnya liquid lalu lama-lama berubah jadi matte. Si sweet heart ini nggak pernah saya lupain, dan selalu jadi yang pertama ngewarnain bibir saya sebelum lipstik-lipstik lainnya ikut memberi warna juga. Si sweet heart ini rupanya multifungsi banget, dulu banget waktu saya masih suka lipstik-lipstik nude, dia yang paling setia. Dan sekarang ketika selera saya berubah, dia nggak lantas pergi. (ngomongin apaan sik nih). Jadi walaupun sekarang saya senengnya pakai lipstik ombre, maksudnya warna lipstiknya yang diombre antara warna yang terang (muda) sama warna lipstik yang lebih gelap, si sweet heart ini tetep nggak kehilangan fungsi sejak 2 tahun yang lalu karna dia tetep bisa kasih warna ke bibir saya sampai sekarang #terharu.
Jadi untuk yang kepo aja nih, dalam sehari untuk daily use pemakaian lipstik saya, saya bisa pakai 3 warna lipstik sekaligus buat dapetin ombre lips (kadang-kadang 4). Dan si sweet heart ini selalu ada. #SiapakahSweetHeartSebenarnya
Kadang cowok tuh suka bingung ya kalau liat perempuan beli lipstik padahal warnanya mereka pikir sama aja sama yang dibeli kemarin atau yang ada di rumah. Hey, mz-mz, abang-abang yang budiman, warna lipstiknya (hampir) sama atau memang sama, tapi merk-nya beda, teksturnya beda, formulanya beda, bahwasanya kaum cowok-cowok itu sulit bedain mana yang warnanya pink salem, rosy pink, pale pink, peach, atau fuschia, mereka semua itu berbeda, mereka itu nggak sama. Hihiy. Belum lagi kalo ternyata warna rosy pink yang di rumah teksturnya matte, sedangkan mood-nya lagi ingin yang creamy biar nggak kering, atau sebaliknya. Pasti disini cuma ciwi-ciwi aja yang ngerti. Dan satu hal penting lagi, bahwasanya membeli lipstik dengan hasil jerih payah sendiri dan dari kantong sendiri itu rasanya berkali-kali lipat lebih ngebahagiain, walaupun kalau dibeliin atau dihadiahin lipstik ya tetep nggak nolak #prinsip.
Kalau kata Ben di Filosofi Kopi bilang “semua yang punya rasa pasti punya nyawa”, maka Deci di filosofi lipstik bilang kalau “semua yang bernyawa pasti punya rasa”. Hehe. Ya. Ehehe.
Nggak ada yang salah sama perempuan yang suka pakai lipstik, nggak ada yang salah sama perempuan yang sukanya pakai lipstik merah ataupun pink, lipstik warna-warna bold ataupun nude, lipstik matte ataupun sebaliknya, lipstik murah atau mahal, lipstik lokal ataupun luar, karena ketika perempuan pakai lipstik, semuanya akan menjadi sama. Lipstik mereka kemudian yang merepresentasikan citra mereka sebagai perempuan. Karena lipstik bukan hanya pewarna bibir semata, lebih dari itu, lipstik juga pewarna suasana hati. Karena lipstik bukan hanya bersifat estetika, lebih dari itu, lipstik juga berperan dalam pembentukan jati diri perempuan. #tsah #eak.
#FilosofiLipstik #FilosofiDeci
16 Juli 2017
Kamis, 13 Juli 2017
See You Again, Instagram.
“Update snapgram dulu dong.”
“Des, kok lu ga pernah update story lagi?”
“Lagi puasa ig cuyyy.”
“Tau lu, sok tiba-tiba ngilang.”
“Iya ya pantesan nggak pernah liat lu lagi di ig.”
“Gue emang sengaja ngilang, agar dicari.”
“Halah, eh jangan sengaja ngilang agar dicari.”
“Menunggu tidak sebercanda itu, Des. Hahaha”
Begitulah cuplikan percakapan sekumpulan anak sastra kalau lagi ngerumpi, ngomongin apapun teteuuup ujung-ujungnya............ (Malah ngutip penggalan pusinya Sujiwo Tedjo)
Kalau ngomongin tentang sosial media, saya rasa di zaman sekarang tuh setiap orang pasti punya minimal satu akun sosial media. Entah itu facebook, twitter, instagram, atau sosial media lainnya. Dan tulisan saya ini tentang sosial media yang lagi happening banget belakangan, yang hampir semua orang punya, atau hampir semua greetings yang dilakukan pasti ujungnya nanya “Punya ig nggak? Nama akunnya apa?”. Ya, it is Instagram. Si Instagram ini makin happening sejak menambahkan fitur baru ala-ala snapchat, yaitu igstory, atau sebagian orang ada yang nyebutnya snapgram (Iya, ini termasuk saya). #TimSnapgram.
Terus u ngapain Des sampe puasa instagram gitu? Idihhh lebay amat.
Saya belum lama sih menonaktifkan segala aktivitas saya di instagram ini. Nyampe sebulan pun belum, mungkin kurang lebih baru satu minggu. Then why did i finally chose to quit my account? What’s wrong with you, Instagram?
Kenapa tiba-tiba saya memutuskan untuk puasa Instagram? Kalau dibilang tiba-tiba sebenernya ini bukan keputusan yang tiba-tiba banget juga. Jauh sebelum ini, saya pernah puasa instagram tahun lalu untuk mempercepat proses healing alias move on hehe. Kurang lebih hampir sebulan atau sekitar 3 minggu, penyakit “kecanduan instagram” saya kambuh lagi, mulai kangen main instagram lagi, auk ah. Apa yang salah sama Instagram? Sebenernya nggak ada yang salah sama Instagram itu sendiri sih, saya menonaktifkan akun saya karena saya rasa justru salah tersebut ada di diri saya sendiri. Ada yang salah sama diri saya sejak instagram ini punya story. :)))))
Saya sadar betul kalau berbulan-bulan belakangan ini hidup saya jadi tergantung banget sama yang namanya igstory atau snapgram. Tanpa sadar, jempol saya ini udah sering banget dan cenderung kecanduan update-update tentang apapun ke igstory. Awalnya saya nggak tertarik sama fitur baru instagram ini, namun karena satu dan lain hal, yang kadang memaksa saya harus menmpromosikan sesuatu ke sosial media yang saya punya terkait “kerjaan”, terus kok lama-lama seru juga ya. Kita ga perlu upload foto yang bakal tersimpan lama karena dengan igstory ini apa yang kita upload hanya akan bertahan selama 24 jam dan setelah itu akan lenyap sendiri. Dan yang lebih serunya lagi adalahhhhh.... kita bisa liat dong siapa aja yang udah liat igstrory kita tersebut, entah dilihat yang bener-bener dilihat atau cuma di klik-klik aja untuk kemudian di skip #sakitnyatuhdisini. Saya rasa saya jadi cenderung kecanduan sama igstory ini karena seiring berjalannya waktu saya menjadi sangat rajin (bahkan setiap hari) upload-upload apapun ke igstory. Mulai dari hal paling nggak penting (nggak penting karena orang lain belum tentu mau tau lo lagi apa Des) kayak nge-screenshot chat whatsapp lalu di upload ke igstory, nggak penting level foto makanan apa yang lagi saya makan lalu upload ke igstory, nggak penting level nge-video-in langkah kaki lagi jalan-jalan di mall sendirian, dan masih banyak lagi hal-hal yang kurang penting, yang nggak seharusnya di-share, lalu dengan penuh kesadaran saya share dong ke igstory. Mulai dari situ lah, saya ngerasa kok kayak ada yang salah ya, ketika sedang ada di perkumpulan baik itu dengan teman, keluarga atau yang lainya pun, saya menjadi sibuk sendiri dengan handphone saya, entah itu foto-foto, rekam-rekam video, atau edit-edit apapun, saya jadi menghilangkan esensi dari “ketemuan”nya itu sendiri.
Igstory dewasa ini sudah menjadi alat komunikasi kode-kodean paling mujarab yang paling kekinian. Dan ya, virus-virus tersebut pun akhirnya mewabah juga ke seluruh sanubari saya #halah. Saya menjadi keranjingan update igstory karena keasyikan ngelihatin siapa aja yang udah liat igstrory saya tsb. Update lagu pake background hitam lah, update tengah malem hal-hal yang nggak penting hanya buat mau tau gebetan masih bangun atau belumlah, update screenshot-an quote-quote menyayat hati lah #iya #inibuatkamu #yangadadiurutanpertamaviewerliststoryaku #yangselalulihatstoryakutapinggakperahkomen #hashtag #sakit.
Nah, that’s way i decided to quit from ig. Bukan karena instagram-nya, tapi karena diri saya yang sibuk cari perhatian sana-sini di dunia maya, sampai lupa to live my real life. Dan, seminggu belakangan LDR-an sama ig ini saya ngerasa kalo saya jadi lebih menikmati kehidupan saya yang sesungguhnya, di dunia nyata. Selain kuota internet dan baterai hp yang menjadi jauh lebih hemat, ketika berkumpul dengan teman atau keluarga pun saya nggak lagi sibuk sama gadget saya sendiri. Dan saya tau, ini yang saya mau.
Saya nggak mengatakan bahwa pilihan saya untuk rehat dari ig ini adalah benar dan kalian yang tetap aktif di ig adalah salah. Saya tidak mengatakan bahwa saya yang tidak lagi update tentang apapun di igstory ini adalah benar dan kalian yang tetap aktif di igstory adalah salah. Semuanya balik lagi pada kenyamanannya masing-masing. Saya memutuskan berhenti karena saya sadar ada yang salah dalam diri saya. Saya berhenti karena saya sadar, ada yang harus diakhiri agar nggak makin keliru. Saya nggak seperti teman saya sudah lebih dulu memutuskan untuk stop do instagram dengan menghapus account-nya, saya cuma menonaktifkan dengan cara uninstall aplikasi tersebut dari handphone saya sehingga nggak ada lagi akses bagi saya untuk membuka aplikasi tersebut. Saya memilih untuk tidak menghapus account saya karena saya sadar di era ini sosial media juga cukup diperlukan, yang suatu saat nanti saya pasti akan balik butuh kamu lagi, Instagram.. (Tiba-tiba balik lagi setelah pergi gitu aja, kayak gebetan yang ninggallin pas lagi sayang-sayangnya). Saya sadar, di luaran sana, banyak sekali beribu-ribu manfaat dari instagram, tapi dalam kasus ini, saya membatasi diri saya sendiri karena saya sadar pengendalian dari diri saya sendiri yang masih sangat lemah dan dengan meninggalkan instagram sejenak, ini menjadi bentuk pengendalian diri saya agar ke depannya, ketika saya sudah lebih siap, ketika saya sudah mampu mengendalikan diri saya sendiri, saya bisa menjadi lebih bijak dalam menggunakan sosial media apapun, termasuk instagram.
It’s not a good bye, it’s just see you again, Instagram.
13 Juli 2017
Senin, 10 Juli 2017
Untuk yang Tak Sepantas Itu untuk Diperjuangkan
Tulisan ini sudah berbulan-bulan silam saya tulis, sampai lupa tepatnya kapan. Waktu lagi galau-galaunya, waktu dunia saya masih sesempit daun kelor, waktu masih....yagitulah. wkwkwk 😂
Kenapa baru di-publish? Karena baru kepengin sekarang, pas lagi buka-buka folder lama dan menemukan file usang ini. As simple as that. Hihiy
Cekidot.
Saya pernah begitu gigihnya berjuang
Mencoba menyelamatkan kapal yang hampir karam
Mencoba menuutup mata pada gumpalan gunung es yang menghadang
Saya pernah begitu berjuang
Memintamu tetap tinggal
Disini
Di tempat kamu pernah begitu nyaman merebah
Sekuat tenaga
Semampu yang saya bisa
Lalu saya disadarkan, bahwasanya berjuang tidak sesederhana itu
Apa yang pernah saya perjuangkan, justru menyakiti sisi diri saya yang lain
Nyatanya kamu tak ingin
Menjadikan hati saya rumahmu tuk menua
Nyatanya rasa itu sifatnya tak tinggal
Mudah datang, semudah itu juga pergi
Saya pernah begitu berjuang
Menggengam tanganmu kuat-kuat agar tak meninggalkanku sendiri
Nyatanya aku tak sampai
Genggamanmu telah terisi
Oleh ia yang mengisi seluruh ruang-ruang hatimu
Tidak ada tempat untuk saya, orang asing yang baru saja menerobos masuk dalam wilayah kekuasaannya
Saya pernah begitu berjuang
Lalu saya tersadar, saya tengah berjuang sendirian
Kaki saya pincang
Hati saya tinggal separuh
Separuhnya kamu bawa entah kemana
Saya berjuang
Meyakinkan keraguanmu atas apa yang kamu yakini
Saya menyerah
Kamu tidak sepantas itu untuk diperjuangkan
Kamu tidak selayak itu untuk dipertahankan
Saya menyerah
Saya tidak bisa memperjuangkan hati yang tengah berjuang untuk hati yang lain
Ketahuilah, ini menyakitkan
Tidak tau seperti apa bentuk hati saya kini
Lebih dari kecewa
Remuk
Hilang bentuk
Memperjuangkan orang yang salah itu menyakitkan
Saya hanya ingin kembali
Pada masa dimana tidak ada kamu
Disini
Saya hanya ingin kembali
Perihal Membahagiakan Semua Orang
Pernyataan “nggak ada orang yang bisa bahagiain semua orang”, dan “Kamu nggak wajib bahagiain semua orang” itu emang benar adanya ya. Jadi ceritanya sekitar dua minggu yang lalu saya dilanda kalut sekalut-kalutnya. #Selalulebay #lebayadalahaku
Kenapa sih saya bisa sekalut itu? Cuma ngarang-ngarang cerita aja ya? Hayooo, lagi caper ya?
Nggak kok, ini beneran terjadi. Salah satu kekurangan saya yang sejujurnya sungguh saya sadari adalah saya sulit banget bilang “nggak”. Itu salahnya, saya cenderung ingin membahagiakan semua orang, saya lupa bahwasanya manusia itu punya limit, dan seperti kalimat di awal tadi, bahwa membuat semua orang bahagia adalah bukan kewajiban. Lalu saya menjadi kalut lantaran semua janji yang saya “iya”kan tersebut, dan sialnya, semua janji tersebut ada di hari yang sama, serentakkkk. Panik nggak tuh? Jelas kelabakan banget saya, niat hati mau berbuat baik ujungnya malah menjadi peluru buat diri saya sendiri.
Gitu sih intinya, ga perlu berusaha menjadi malaikat karena kodratnya kita itu memang manusia, punya keterbatasan, dan membahagiakan semua orang itu bukan kewajiban. Just don’t push yourself too hard. Karena peluru yang terlanjur melukai, akan selamanya berbekas. Dan, dari kesalahan saya tersebut, saya juga sedang belajar untuk berani bilang “nggak”, eh tapi ga tau sih kalo kasusnya ditembak gebetan ya masa bilang “nggak” mihihi, dan belajar untuk tidak memaksakan kehendak untuk membahagiakan semua orang. Lo itu manusia Des, bukan malaikat. #noted.
Menjadi Dewasa
Menjadi dewasa itu menyenangkan, tapi sulit dijalanin.
Tiba-tiba aja kalimat ini muncul di kepala saya, sesaat setelah teman sekolah saya bilang "sebenernya gua pengen banget ngumpul-ngumpul. Aseli. Udah lama ga ketemu sambil ngumpul-ngumpul gitu jadi kangen juga ya." Terus teman saya yg satunya jawab "iya ya ih kangen juga ngumpul-ngumpul. Tapi ya gimana, besok kerja."
Ada juga kalimat lain, kayak gini "eh gua capek banget dah, masa seminggu ini gua kerja ga ngambil libur sama sekali." Sambil minta dipijitin sama temen di sebelahnya.
Dua percakapan di atas adalah teman-teman SMA saya dimana pada zaman dahulu kala, duluuuu bangetttt sampe lupa kapan, kita sering banget "kongkow-kongkow unyu". Kalau masih SMA dulu, kongkow bisa dilakukan kapan aja semau kita, sampai tengah malem bahkan, ketawa-ketiwi sambil makanin cemilan yg alakadarnya, tapi bahagia. Tapi, setelah kami menyandang status "mahasiswa", aktivitas kongkow tersebut hanya bisa dilakukan saat weekend di sela-sela bayang-bayang deadline tugas yg seraya menghantui, atau kongkow sambil bawa tugas, bahkan.
Beberapa jam yg lalu, sepupu saya kirim whatsapp, nanyain kapan ada di rumah. Lalu percakapan tersebut berlanjut pada percakapan rencana-rencana yang kami buat beberapa waktu silam, halah, kesannya lama amat, beberapa bulan yg lalu maksudnya, akhirnya nggak ada yg kesampean karena saya yang sibuk *piiiip* (harus disensor agar supaya) kemarin-kemarin, sekarang giliran saya udah punya waktu luang lebih, gantian sepupu saya yang nggak punya waktu karena udah bekerja. Akhirnya whatsapp tersebut berlanjut menjadi percakapan-percakapan mau makan nasi goreng pinggir jalan malem-malem yg ga kesampaian, mau makan seblak sekitaran kampus yg juga nggak kesampaian, mau ke tempat-tempat bagus buat foto yang lagi-lagi juga nggak kesampaian. Terus saya mendadak mellow..... yhaaaa :)))))
Dua kejadian di atas berlangsung satu hari ini, yang sama-sama mengingatkan saya bahwa ternyata waktu sudah sejauh ini, ternyata satu-persatu orang yang saya kenal sudah menjadi dewasa pada zona-nya sendiri-sendiri. Kenyataan pendewasaan yang ditandai dengan keluangan waktu yang semakin menipis, sibuk terisi untuk mengejar mimpi masing-masing. Oh jadi gini rasanya jadi dewasa :)
Menjadi dewasa itu menyenangkan, tapi sulit dijalanin. Ternyata kalimat tersebut benar adanya. Menjadi dewasa itu harus siap dengan batasan-batasan waktu yang posesif, harus siap mengenyampingkan ego demi kewajiban dan konsekuensi yang telah diambil.
Ternyata kita udah dewasa, saya udah dewasa.
Dewasa yang ditandai dengan prioritas-prioritas yang lebih diprioritaskan di atas keinginan untuk sekadar bersua dengan teman-teman lama. Semoga kita sampai pada dewasa kita masing-masing, menggapai mimpi yang telah lama dirangkai, agar ketika kembali, bukan hanya gitar usang ataupun camilan lapuk yang tersaji, mari menjadi dewasa, untuk kemudian menjadi cerita ketika luang tersebut tercipta kembali.
25 Mei 2017
Senin, 27 Maret 2017
#KKNBAHAGIA
It dedicated for the dearest, Al-Izza.
+Wah kompak banget ya geng KKN-nya.
+Ciyeee yang KKN-nya bahagia.
+Coba di kelompok gua ada manusia faedah juga kayak lu.
+Yaela, masih aja Des KKN.
+KKN? Apa itu KKN?
+KKN? KKN!
Kenapa #KKNBahagia? Sebenernya buat yang mau tau aja sih, pertama kali update status KKN Bahagia itu di BBM, waktu minggu pertama KKN dimulai. Untuk apa? Sebenernya tujuannya adalah untuk mensugesti diri saya sendiri yang saat itu memang sedang galau-galaunya (terpaksa) ikutan KKN. Dan kalau pernah denger “ucapan adalah doa”, saya rasa memang benar adanya. Kenapa? Karena kalimat KKN Bahagia awalnya saya pakai hanya untuk mensugesti diri sendiri yag saat itu sama sekali nggak ingin KKN, dan sekarang, kalimat yang merupakan sebuah doa tersebut terbukti, bahagia di KKN itu benar adanya.
Kalau ditanya kenapa saya sangat amat nggak ingin KKN saat itu, jawabannya standard aja, sebagai anak bungsu yang nggak pernah jauh dari orang tua, KKN menjadi beban tersendiri buat saya. Dan, “tak kenal maka tak sayang” juga benar adanya, KKN membuat saya menemukan keluarga baru dalam bentuk lain. Selain keluarga baru, KKN juga membuat saya yang nggak punya kampung halaman menjadi merasakan adanya tempat yang dirindukan untuk pulang, yang selanjutnya saya menyebut desa KKN saya sebagai kampung halaman.
Pada kesebelasan Al-Izza tersebut saya mengerti, bahwasanya rasa akan lebih bermakna tanpa campur tangan paksaan dari pihak-pihak luar. Dan pada desa tempat KKN saya tercinta, saya pun mengerti bahwasanya bahagia itu bisa diciptakan. Setulus-tulusnya rasa menyayangi yang saya rasakan dari orang-orang yang tidak memiliki hubungan darah dengan saya, berkumpul di desa tersebut. Semesta mengabulkan doa yang tanpa sengaja saya panjatkan, KKN bahagia yang saya harapkan bahkan lebih bahagia dari yang saya pikirkan.
Semoga lewat kata-kata yang saya buat ini, kenangan tersebut tidak menjadi hilang, justru kekal abadi kapan saja saya membacanya kembali, berulang, berulang, terus dibaca hingga ke generasi entah ke berapa. Bahwasanya saya pernah begitu bahagia berada di tengah-tengah mereka, menjadi bagian dari mereka, mengukir kenangan untuk nantinya dikenang di saat kulit kami mulai keriput, senyum kami tidak lagi menyunggingkan deretan gigi yang komplit, tapi bahagia itu pernah ada, rapi tersimpan dan tetap hidup dalam hati kami masing-masing.
27 Maret 2017
Rabu, 22 Maret 2017
Pengalaman Menjadi WBA (Wardah Beauty Agent)
Pengalaman Menjadi WBA (Wardah Beauty Agent)
+WBA itu apa sih kakak?
-WBA itu ya Wardah Beauty Agent, dek. Kan udah dijelasin tuh di judulnya.
+Iyah, Wardah Beauty Agent itu apa, kak? Kayak semacam agen Wardah gitu ya?
-Bukan, dek. Gimana ya jelasinnya…hm…
+Kayak ngejualin produknya Wardah gitu kan kak? Kakak agennya? Lebih murah dong kalo aku mau beli?
-Nggg……..
Sering banget saya dapet pertanyaan serupa kayak di atas saat ditanya tentang WBA. Untuk yang belum tau apa itu WBA, ya, benar sekali, WBA adalah singkatan dari Wardah Beauty Agent. Apa itu Wardah Beauty Agent? Kalau “Wardah”nya pasti udah pada tau dong ya, salah satu brand kosmetik ternama Indonesia yang tengah naik daun *tepuk tangan*. Lalu apa itu Wardah Beauty Agent?
Disini saya akan jelaskan apa itu Wardah Beauty Agent berdasarkan sepengetahuan saya, dengan gaya menyampaikan yang saya tuangkan dalam tulisan yang mungkin aja masih jauh dari sempurna. Kegiatan menulis ini masih dilakukan atas dasar kegabutan saya sembari menunggu jadwal bimbingan skripsi. Okesip.
Sebelumnya sekadar informasi tambahan bahwasanya WBA tersebar juga di beberapa daerah di Indonesia, seperti Jogjakarta, Semarang, Medan, Pontianak, dan masih banyak lagi. Dalam hal ini, saya hanya menyampaikan untuk WBA Jakarta saja karena kebetulan saya tergabung di dalamnya. Lalu apa sih WBA itu? WBA adalah wadah yang berisikan sekumpulan mahasiswi-mahasiswi dari universitas (baik itu universitas negri maupun swasta) yang difasilitasi oleh brand Wardah sebagai “brand ambassador” dalam lingkup kampus, atau bisa dibilang WBA sebagai Public Relation “cilik”nya Wardah. Tugas kami adalah me-Wardah-kan kampus-kampus yang berada di Jakarta dan sekitarnya dengan cara mengadakan kerjasama di event-event kampus tersebut. Bukan hanya itu aja, kami juga sering mengadakan beauty class atau pun demo make up yang kesemuanya tersebut difasilitasi oleh Wardah.
Jadi, anggapan kalau WBA ini “agen” Wardah itu bukan ya. Hehe salah pengertian. Bukan salah pengertian sih, tapi gimana ya jelasinnya….hm.
+Kak, kok bisa sih ikutan jadi WBA?
+Kak, caranya jadi WBA kayak Kakak gimana sih caranya? Aku mau deh, abis kayaknya seru gitu aku liat.
+Kak, kalau jadi WBA harus cantik-cantik gitu ya? Yah aku mah apa atuh kak.
Jadi perjalanan saya hingga akhirnya tergabung dalam WBA itu sebenarnya lumayan panjang. *kebiasaan lebay* semuanya bermula di semester tiga, saat zaman-zamannya predikat kupu-kupu alias kuliah pulang-kuliah pulang masih amat melekat di diri saya. Di tengah kegalauan dan kegabutan saya saat itu, dimana aktivitas ngampus yang lebih banyak bengongnya karna jarang ada dosen dan jarang ada tugas, sampailah saya waktu itu yang nggak sengaja lihat ada “flyer” di papan informasi kampus, judulnya “One Day with Wardah”. Excited banget dong pastinya buat ikutan, secara di kampus saya saat itu masih langka banget acara serupa yang di-support penuh dari brand kecantikan. Seringnya sih saya ikutan seminar bareng temen-temen, itupun cuma numpang bobo kalau kelas kosong atau ngincer snack-nya aja. Hahaha. Nah, saya yang memang saat itu lagi centil-centilnya dandan pastinya langsung antusias banget pas tau ada acara tersebut. Langsung aja tuh saya sms untuk registrasi acara tersebut ke contact person-nya. Acaranya udah H-1, alias besok harinya. Besoknya, janjian sama temen juga, saya dateng dengan semangat 45, bahkan sebelum registrasinya dibuka. Acara One Day with Wardah waktu itu, seinget saya isinya talk show dari Tim Wardah (saya lupa siapa dan mengenai apa), ada demo make up juga yang kebetulan saya menjadi volunteer waktu itu (it means muka saya di make up-in sama “mbak-mbak” Wardah alias Beauty Advisor Wardah), ada games seru juga, dan disana mereka juga memperkenalkan WBA di hadapan peserta seminar yang hadir. Nah, dari acara One Day with Wardah itulah akhirnya saya tau ada yang namanya WBA (Wardah Beauty Agent), dan kebetulan lagi WBA ini sedang open recruitment untuk Batch 2. Untuk bisa ikutan oprec-nya waktu itu, kita cukup isi formulir yang udah disediakan sama kakak-kakak WBA yang menyelenggrakan One Day with Wardah tersebut, yang tidak lain dan tidak bukan adalah WBA Batch 1.
Itulah awal perjalanan saya tau dan mengenal WBA. Berawal dari kegabutan dan jiwa “banci seminar” akhirnya mengantarkan saya pada perjalanan menjadi mahasiwi yang agak lebih berfaedah ketimbang kuliah pulang-kuliah pulang. Hehe.
Untuk menjadi WBA ini, setelah mengisi formuir saat acara One Day with Wardah, selanjutnya ada tes tertulis juga dengan membawa cv saat tes berlangsung. Setelah tes tertulis tersebut lolos, selanjutnya ada tes wawancara yang diwawancara langsung oleh Wardah. Setelah tes wawancara tersebut lolos, nantinya akan ke tahap selanjutnya yaitu training. Tapi waktu oprec untuk Batch 2 waktu itu sayangnya saya belum berhasil, saya hanya mampu sampai tahap tes wawancara aja. Sedih sih, karna ga bisa bohong kalau saya berharap banyak bisa gabung di WBA ini karena saya seolah nemuin “Oh, ini lho yang gue suka. Ternyata jiwa gue disini.” Sempet galau beberapa hari karena ga berhasil lolos, tapi yaudah, denger dari kakak WBA Batch 1 yang lainnya kalo nanti akan ada oprec WBA lagi, seneng banget, seenggaknya saya bisa berjuang lagi disana, dan harus melakukan usaha yang terbaik.
Setelah menerima kegagalan tersebut, beberapa bulan kemudian ternyata ada lagi open recruitment WBA Batch 3. Saya yang jadi berteman baik dengan kakak WBA Batch 1, namanya kak Dina (orangnya baik dan ramah banget), bbm saya waktu itu kasih info WBA mau oprec lagi. Terus langsung seneng banget tuh dan dikasih tau kalau tesnya sekarang diadain di kantor Wardahnya langsung. Tes tertulis dan wawancara diadakan dalam satu hari. Wow, excited banget lah pokoknya. Intinya, di WBA itu ada 2 tahap tes, yang pertama tes tertulis (tes psikotes dan wawancara tertulis), serta wawancara lisan yang akan diwawancara langsung oleh pihak Wardahnya.
+Apa aja sih kak yang didapet selama jadi WBA?
Kalau ditanya apa aja yang saya dapat selama jadi WBA, kayaknya banyak banget deh. Contoh nyatanya adalah relasi, WBA ini terdiri dari mahasiswi-mahasiswi dari berbagai kampus di Jakarta dengan jurusan yang berbeda-beda, dengan begitu, nggak ngebatasin pergaulan saya yang sebelumnya cuma kenal teman sekelas aja, bahkan teman seangkatan pun ga mampu saya kenal semuanya ( so sad. Selain relasi sesama WBA, saya juga jadi punya relasi lainnya karena mengadakan kerjasama event yang disponsori oleh Wardah. Buat saya yang orangnya cenderung introvert, mengenal orang baru mungkin sulit, tapi di WBA ini saya seolah difasilitasi dan didorong untuk mampu bersosialisasi dan membangun relasi dengan orang luar. Jadi, nggak ada lagi deh tuh “kupu-kupu” alias kuliah pulang-kuliah pulang, semenjak jadi WBA saya seringnya kuliah rapat-kuliah rapat, atau kuliah nongkrong-kuliah nongkrong.
Selain punya banyak teman dan relasi, manfaat lain yang saya dapet adalah kemampuan public speaking. Bukan public speaking yang keren banget sih kayak expert-expert gitu sih, cuma setidaknya disini kalian akan dilatih bagaimana caranya berbicara di depan orang banyak. Dan ternyata, percayalah, public speaking ini penting banget, dan saya ngerasa beruntung bisa dapet ilmu public speaking gratisan dari Wardah. Dan sejujurnya ngelatih saya banget yang pemalu ini hingga akhirnya berani (walau tetap malu-malu kucing) bicara di depan umum.
Yang ketiga, karena Wardah ini adalah brand kosmetik, pastinya WBA mendapatkan training make up class. Dan lagi-lagi, ini berguna banget juga sih. Apalagi kalau emang buat kalian-kalian yang suka banget dandan, pasti bakal ngerasa surga banget lah dapet training make up class.
+segitu aja kak?
Pastinya banyak banget manfaat yang saya dapat selama jadi WBA, yang ngga mampu saya jabarkan satu persatu disini. Tiga poin di atas hanyalah sebagian kecil manfaat yang saya dapat dan saya rasakan sampai sekarang. Dan sekarang, selama hampir dua tahun bergabung di WBA, akhirnya saya bisa merasakan sedikit rasanya jadi mahasiswi berfaedah kayak yang lain. Nggak lagi diisi sama kuliah pulang-kuliah pulang, jadi banci seminar yang cuma ngincer snack, dan cuma tau teman sekelas aja.
Pernah suatu hari, saya pernah bilang gini “kayaknya sia-sia banget deh gue kayak gini” (bukan, ini bukan tentang WBA, ini tentang hal lain yang selanjutnya bisa dipetik hikmahnya dari sini). Terus teman saya bilang “Nggak papa, nggak ada yang sia-sia di dunia ini”. nah dari pernyataan teman saya itu lah, selanjutnya saya percaya, bahwasanya segala episode kehidupan kita itu udah digariskan oleh Allah, tinggal kitanya aja nih yang bergerak, dan entah gerakannya maju ke depan atau pun mundur ke belakang, itu semuanya ada di tangan kamu. *sok bijak*
Mumpung masih muda, cari kegiatan dan pengalaman sebanyak-banyaknya, agar supaya pas lagi duduk samping-sampingan sama anak dan cucu nanti kita nggak mati gaya dan ada bahan obrolan berfaedah yang bisa diceritain ke mereka. Alhamdulillah. 😊
21 Maret 2017
Sabtu, 11 Maret 2017
Menjadi Cantiklah dengan Bijaksana
Selasa, 24 Januari 2017
Hujan yg Ditelan Pagi
Saya ingin menyebutmu sebagai malam, tapi saya takut pagi cemburu. Saya tak dapat pungkiri, gelap dan dinginmu justru menghangatkan.
Saya ingin menyebutmu sebagai musim semi, tapi saya takut hujan cemburu. Saya tak dapat pungkiri, hembus napasmu ialah angin segar yg saya rindukan.
Saya ingin menyebutmu sebagai hitam, tapi saya takut putih pun cemburu. Legam dirimu cerah sempurna di mata saya.
Saya ingin menyebutmu sungai, tapi saya takut samudera cemburu. Sederhanamu mencukupiku.
Saya ingin menyebutmu bintang, tapi saya takut mentari cemburu.
Saya ingin menyebutmu rumah. Tapi kamu tidak semampu itu melindungi dari rintik hujan.
Saya ingin pulang pada pelukmu. Tapi ia tidak lagi sehangat itu untuk kutinggali.
Segalanya semakin kelabu
Entah berapa lama pagi yang saya nantikan tak kunjung datang.
Mentari yg saya tunggu tak jua tiba.
Lalu saya mulai terbiasa dengan gemuruh hujan.
Riuh dan dinginnya, nyatanya menenangkan.
Perasaan dingin yg ditimbulkan, nyatanya mengantarkan saya pada perasaan damai.
Lalu saya terbiasa.
Lalu saya menjatuhkan hati saya pada hujan. Yg setia menyembunyikan mendung saya. Yg tidak dapat dilakukan pagi.
Lalu saya terbiasa.
Lalu saya mencintaimu hujan.
Lalu pagi kembali.
Merenggut hujan yg terlanjur sudah saya cintai.
Menghilangkannya dari pandangan saya.
Menawarkan hangat yg tidak lagi ingin saya rasakan.
Menyuguhkan berkas sinar yg bahkan saya pun lupa kapan terakhir kali saya melihatnya.
Saya merindukan hujan.
Pagi yg datang sudah tidak lagi saya nantikan.
Pagi yang datang terlalu lama.
Lalu pagi memaksa saya mencintainya seperti pada awal cerita.
Saya jelas tidak bisa. Dan tidak ingin.
Pagi yg justru membuat saya terbiasa akan adanya hujan.
Saya hanya merindukan hujan sekarang.
Tidak ada lagi pagi.
Kemudian pagi menangis.
Tepat di hadapan saya.
Ada perasaan getir dalam dada, kala melihat air mata yg tidak seharusnya saya saksikan.
Pagi memeluk tubuh saya.
Memohon saya kembali pada kecintaan pagi saya terdahulu.
"Saya tidak bisa", kata saya.
Kamu sudah pergi terlalu jauh. Dan saya menemukan kenyamanan saya disini.
Pada dia yg menurutmu tidak menarik, gelap, suram, dingin, gaduh.
Nyatanya gelap, suram, dingin, dan gaduh itulah yg kemudian menenangkan saya. Menerima saya seperti apa adanya saya.
Barangkali yg kamu sebut gelap itu adalah cahaya. Dan barangkali cahaya dalam tubuhmulah senyata-nyatanya gelap.
Lalu saya melepaskan pelukannya.
Pagi masih terisak.
Masih menggenggam tangan saya.
Saya mencoba melepasnya. Lembut dan hati-hati.
Seberapapun pagi pernah melukai hati saya sebegitu kacaunya, saya tetap tidak ingin melukainya dengan cara yg sama saat pagi melukai saya dulu.
Pagi masih terisak.
Tapi saya tidak ingin menghapus air matanya. Saya biarkan ia melakukannya sendiri, sama seperti apa yg pagi lakukan dulu.
Saya memalingkan pandangan.
Hati saya masih penuh diliputi oleh hujan.
Tujuan saya hanya satu, menemukan hujan dan merebahkan lelah dalam peluknya.
Saya rindu suara gemuruh yg ditimbulkan.
Saya rindu perasaan gigil hingga menembus tulang.
Saya rindu hujan.
Saya hanya ingin pulang.
24 Januari 2017